Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengaku pihaknya belum bisa memperkirakan keuntungan ataupun kerugian dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20%.
Dia mengemukakan bahwa Partai Golkar akan membaca dan mempelajari terlebih dahulu soal putusan MK yang diketuk pada 2 Januari 2025 tersebut. Setelah itu, baru akan merumuskan langkah selanjutnya.
“Kami baca dulu keputusan Mahkamah Konstitusi. Begitu setelah kami baca, kami pelajari. Baru kemudian kita akan merumuskan langkah apa yang harus dilakukan,” ujarnya di Kementerian ESDM, Sabtu (4/1/2025).
Meskipun belum membaca secara detail putusan MK itu, tetapi dia mengingatkan agar putusan ini jangan sampai bisa memperlemah posisi presiden Indonesia.
“Sekalipun memang kami sendiri belum membaca secara detail. Tetapi, kita harus juga betul-betul melihat bahwa sistem demokrasi kita ini juga jangan dibuat memperlemah posisi presidensial. Nah, ini yang kita lihat aja sekarang,” kata Bahlil yang juga menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kendati demikian, Bahlil menyatakan pihaknya menghargai apapun yang menjadi putusan MK karena bersifat final.
Baca Juga
Sebelumnya, Sekjen Partai Golkar Sarmuji mengaku dirinya terkejut dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi terhadap pasal 222 UU No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Sarmuji terkejut lantaran dia mengungkapkan bahwa sebelumnya MK selalu menolak dalam 27 kesempatan sebelumnya.
“Keputusan MK sangat mengejutkan mengingat putusan MK terhadap 27 gugatan [soal UU yang sama] sebelumnya selalu menolak,” kata Sarmuji saat dikonfirmasi, di Jakarta, pada Kamis (2/1/2025).
Sebagai informasi, dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara No.62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Artinya, pencalonan presiden oleh partai politik tidak harus memiliki suara 20% di DPR.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025).
MK juga menyatakan dalam putusannya bahwa pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alias inkonstitusional.