Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri Indonesian Climate Justice Literacy Firdaus Cahyadi menilai gagasan Presiden Prabowo Subianto yang akan memberikan maaf kepada koruptor apabila mereka mengembalikan uang negara yang dicuri, merupakan suatu bentuk kesesatan cara berpikir dalam memberantas korupsi.
Menurutnya, rencana pemberian maaf terhadap koruptor tak hanya memperlihatkan tanda ketidakseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi, tetapi juga akan semakin membuka lebar peluang korupsi di sektor sumber daya alam (SDA).
Menurutnya, kerugian tindakan korupsi tidak hanya sekadar hilangnya uang negara. Misalnya, lanjut dia, korupsi di sektor SDA akan menyebabkan kerusakan alam dan bahkan meningkatkan konflik sosial.
“Jika kemudian koruptor di sektor SDA dimaafkan hanya karena telah mengembalikan uang, lantas bagaimana dengan kerusakan alam dan konflik sosial yang ditinggalkannya?” katanya dalam keterangan resmi, pada Senin (23/12/2024).
Rencana memberikan maaf kepada koruptor, imbuh Firdaus, semakin memperkuat arah pembangunan di era Pemerintahan Prabowo yang didasarkan pada ekonomi ekstraktif, yang berpotensi merusak alam dan menimbulkan banyak pelanggaran HAM.
“Kerentanan pembangunan berbasiskan ekonomi ekstraktif dari sisi ekologi dan sosial membuat para elite politik dan ekonomi menggunakan cara-cara ilegal untuk menabrak atau bahkan mengubah aturan yang ada,” terangnya.
Baca Juga
Firdaus melanjutkan pembangunan berbasis ekonomi ekstraktif itu disamarkan dengan menggunakan jargon nasionalisme sempit seperti misalnya swasembada pangan, energi, dan melanjutkan hilirisasi mineral kritis seperti nikel.
“Swasembada pangan yang implementasi di lapangannya adalah proyek food estate, sangat berpotensi menghancurkan tata ruang yang akan berdampak buruk bagi lingkungan hidup. Begitu pula proyek swasembada energi berbasiskan biofuel, panas bumi, dan batubara,” tutur dia.
Firdaus menuturkan, jika menelisik penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) soal potensi konflik kepentingan antara pebisnis energi dengan elite politik, dilaporkan bahwa pemain di bisnis energi terbarukan skala besar saat ini adalah pebisnis yang sebelumnya bergerak di sektor ekstraktif dan mereka juga dekat dengan kekuasaan Prabowo-Gibran.
“Dari laporan ICW, kita dapat secara jelas melihat potensi korupsi sangat terbuka lebar di program swasembada energi. Rencana pemberian maaf kepada koruptor akan semakin memperlebar potensi korupsi di program swasembada energi,” ungkap dia.
Oleh sebab itu, Firdaus menyatakan bahwa publik saat ini haruslah mulai bersuara dan berani untuk mengatakan tidak pada gagasan presiden yang akan memberikan maaf kepada koruptor.
Publik, imbuhnya, haruslah mulai mengingatkan para elite politik bahwa rakyatlah pemegang kedaulatan politik tertinggi.
“Seorang presiden hanyalah pelayan yang dibayar dengan uang pajak rakyat, sehingga tidak selayaknya kebijakannya justru merugikan kepentingan rakyat,” pungkasnya.