Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 17 pendaki meninggal di Gunung Everest terhitung sejak awal tahun hingga Juni 2023.
Musim pendakian ini dianggap sebagai yang kedua paling mematikan dalam sejarah, lantaran 17 pendaki hilang. Dengan rincian 12 pendaki meninggal dan lima orang lainnya masih belum ditemukan.
Jumlah ini hampir menyamai musim pendakian paling mematikan yang terjadi pada 2018, di mana 18 pendaki tewas akibat gempa bumi.
Sherpa dan penyelenggara ekspedisi menyatakan penyebab tragedi ini dikaitkan dengan cuaca ekstrem dan kesalahan atau kecerobohan pendaki, baik merujuk pada pendaki yang mengambil risiko yang tidak perlu, mengabaikan petunjuk keselamatan, atau menghadapi tantangan di area yang tidak cocok untuk kemampuan mereka.
Direktur Departemen Pariwisata Nepal, Yuba Raj Khatiwada, perubahan cuaca yang ekstrem menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kematian pendaki di Gunung Everest.
“Kondisi cuaca yang tidak stabil dan perubahan iklim memiliki dampak besar di pegunungan,” jelasnya dilansir dari Business Insider, Jumat (16/6/2023).
Mengutip dari Al Jazeera, suhu di Gunung Everest biasanya turun hingga -18 derajat Fahrenheit, tetapi pada 2023 ini, suhu turun hingga -40 derajat Fahrenheit.
Bahkan Mingma Gyalje Sherpa, anggota tim yang membuka rute ke puncak Gunung Everest pada tahun tersebut, menyatakan tidak hanya para pendaki. Bahkan pemandu yang berpengalaman pun terkena radang dingin,
“Sejauh ini pemandu gunung yang biasa menyediakan kamp sebagai tempat istirahat dan perlindungan bagi pendaki selama pendakian sangat sedikit dan sekarang kamp tidak terisi penuh,” jelasnya.
Dia menyebut, beberapa pendaki asing yang tidak siap pun terlalu bersemangat untuk mendaki Gunung Everest dan memulai pendakian tanpa persiapan yang memadai.
“Beberapa korban dalam pendakian tersebut mungkin bisa dicegah jika semua perbekalan yang diperlukan telah disiapkan dengan baik sebelumnya,” ujarnya
Saat ini, Nepal sendiri mengeluarkan rekor izin terbanyak dalam pendakian.
Izin tersebut dikeluarkan kepada para pendaki yang ingin mencoba mencapai puncak Everest selama periode tersebut untuk mengatur jumlah pendaki yang ada di gunung, memastikan keamanan dan mengatur logistik yang diperlukan selama ekspedisi.
Sejumlah Kisah Evakuasi Pendaki Asing
Belakangan ini, viral sejumlah pendaki asing Gunung Everest. Aksi mereka pun memicu reaksi di media sosial China.
Pertama, soal kisah pendaki wanita dari China menolak untuk membayar pemandu Sherpa sebesar US$10.000 atau setara dengan Rp148,6 juta usai menyelamatkan nyawanya pada malam 18 Mei 2023.
Kala itu, pendaki asal China bernama Liu dirawat oleh Sherpa selama beberapa hari sebelum akhirnya sembuh.
Dia beralasan, sebelum insiden tersebut terjadi, Lu disebut telah berhasil mencapai puncak Gunung Everest dan sedang dalam perjalanan turun ketika mengalami masalah yang membutuhkan bantuan penyelamatan.
Sosoknya pun menolak untuk membayar tip bagi pemandu yang telah menyelamatkannya, Liu mengatakan dia hanya akan membayar US$4.000 atau Rp59,4 juta.
Kedua, soal seorang pendaki asal Malaysia bernama Ravi mendapat rujakan dari netizen, lantaran tak mau akui bantuan dari Sherpa saat mendaki di Gunung Everest.
Padahal, berdasarkan informasi yang beredar, kala itu dirinya berada dalam kondisi terjepit dan menggigil kedinginan, sampai akhirnya Gelje Sherpa yang saat itu sedang memandu kliennya dari China lantas menghentikan misinya dan menggendong Ravi dari zona kematian selama enam jam.