Berikut 4 laga sepak bola paling mematikan di dunia dilansir dari priceonomics.
1. Kerusuhan The Estadio Nacional
Pada 24 Mei 1964, tim nasional Peru dan Argentina berlaga di babak kualifikasi kedua dari belakang untuk turnamen Olimpiade Tokyo. Pertandingan, yang diselenggarakan oleh Peru di Estadio Nacional (Stadion Nasional) di Lima, menarik penonton berkapasitas maksimum 53.000, atau 5% dari populasi ibu kota pada saat itu.
Pertandingan berlangsung sengit, dan dengan dua menit waktu normal tersisa, Argentina memimpin 1-0. Kemudian, secara ajaib, Peru mencetak gol penyama - tapi dianulir oleh wasit, ngel Eduardo Pazos. Keputusan itu memicu kemarahan ribuan penggemar Peru.
Salah satu penonton bernama Bomba berlari ke lapangan dan memukul wasi diikuti satu penonton lainnya. Aksi merekapun ditangani polisi dengan tongkat dan anjing.
Akhirnya, puluhan penggemar menyerbu lapangan, dan kerumunan mulai melemparkan benda ke polisi. Kerusuhan terjadi, dan polisi meluncurkan gas air mata ke kerumunan, yang mendorong puluhan ribu penggemar melarikan diri dari stadion melalui tangga.
Tapi di ujung lorong-lorong ini, ternyata gerbang baja yang mengarah ke jalan terkunci rapat; ketika mereka berusaha untuk lari kembali, polisi melemparkan lebih banyak gas air mata ke dalam terowongan, memicu histeria massal dan menyebabkan kerusuhan.
Akhirnya, gerbang itu terlepas oleh tekanan tubuh banyak penonton yang luar biasa. Sebagai akibatnya, 328 orang tewas karena sesak napas dan/atau pendarahan internal, meskipun kemungkinan jumlah korban tewas lebih tbanyak.
2. Kerusuhan Stadion Kanjuruhan
Jumlah korban tewas dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan sebanyak 127 orang pascapertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022).
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam jumpa pers di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu, mengatakan dari 127 orang yang meninggal dunia tersebut, dua di antaranya merupakan anggota Polri.
"Dalam kejadian itu, telah meninggal 127 orang, dua di antaranya adalah anggota Polri," kata Nico dikutip dari Antara.
Nico menjelaskan sebanyak 34 orang dilaporkan meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, sementara sisanya meninggal saat mendapatkan pertolongan di sejumlah rumah sakit setempat.
Menurutnya, hingga saat ini terdapat kurang lebih 180 orang yang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit tersebut.
Selain korban meninggal dunia, tercatat ada 13 unit kendaraan yang mengalami kerusakan, 10 di antaranya merupakan kendaraan Polri.
"Masih ada 180 orang yang masih dalam perawatan. Dari 40 ribu penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan," tambahnya.
Sesungguhnya, lanjutnya, pertandingan di Stadion Kanjuruhan tersebut berjalan dengan lancar. Namun, setelah permainan berakhir, sejumlah pendukung Arema FC merasa kecewa dan beberapa di antara mereka turun ke lapangan untuk mencari pemain dan ofisial.
Petugas pengamanan kemudian melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak turun ke lapangan dan mengejar pemain. Dalam prosesnya, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.
Menurutnya, penembakan gas air mata tersebut dilakukan karena para pendukung tim berjuluk Singo Edan yang tidak puas dan turun ke lapangan itu telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.
"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen," katanya.
Sementara itu, Bupati Malang M. Sanusi menyatakan seluruh biaya pengobatan para suporter yang saat ini menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit akan ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Malang.
"Kami mengerahkan seluruh ambulans untuk proses evakuasi dari Stadion Kanjuruhan. Untuk yang sehat dan dirawat, biaya semua yang menanggung Kabupaten Malang," kata Sanusi.
Kericuhan terjadi usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 3-2 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10). Kekalahan itu merupakan yang pertama bagi Arema FC sejak 23 tahun terakhir.