Singapura melaporkan rekor terbesar kasus harian pada 22 Maret 2022 sebesar 13.166 kasus dan angka kematian sebanyak 2 orang.
Sementara, sejak 14 Juni 2022, kasus Covid-19 kembali naik mengacu pada indikator rasio kasus positif mingguan yang berada di angka 1,34. Rasio di atas angka 1 menunjukkan peningkatan kasus yang signifikan.
Dikutip dari laporan Worldometers, dalam dua minggu terakhir ini kasus positif Covid-19 meningkat hingga 29 persen. Pada rentang 20-26 Juni 2022, kasus positif tercatat sebanyak 47.081 kasus. Sementara pada 27 Juni-3 Juli 2022 meningkat hingga 60.793 kasus.
Lonjakan tersebut membuat Singapura segera mengklaim masuk gelombang keempat Covid-19. Per Selasa (5/7/2022) Singapura memperoleh kasus harian baru yaitu 12.784 kasus dan 2 kasus kematian, sementara angka kesembuhan sebanyak 7.876 orang.
Angka kasus harian baru diperoleh dari tes antigen pada 11.446 kasus positif. Sisanya sebanyak 802 kasus dikonfirmasi lewat tes PCR.
Adapun kesiapan pemerintah Singapura saat ini yaitu mengurangi prosedur elektif di rumah sakit, menyediakan kapasitas 7.00 unit untuk rawat inap, mendorong adanya fasilitas isolasi diluar rumah sakit umum, hingga mendorong seluruh warganya vaksinasi booster.
Penyebab Gelombang
Selain subvarian Omicron BA4 dan BA5 yang merebak, Dicky menilai peningkatan kasus terjadi akibat pelonggaran aturan pembatasan yang sebelumnya berlaku.
“Singapura dan negara di kawasan Asean, termasuk Indonesia itu relatif lebih longgar sehingga sangat wajar kalau ada kasus subvarian baru itu munculnya cepat,” kata Dicky.
Pelonggaran aturan pandemi memicu mobilitas dan interaksi manusia yang sangat tinggi. Artinya, untuk menekan laju kasus positif maka perlu ada strategi yang relatif konsisten dan berkelanjutan.
Dia juga melihat adanya penurunan kemampuan testing dan tracing data termasuk di Indonesia, Singapura, Malaysia, dan lainnya.
“Ini yang juga harus menjadi pemahaman bahwa ketika testing itu gagal menemukan kasus-kasus, maka mereka yang memiliki virus akan menularkan pada orang-orang sekitar terutama pada yang rawan,” lanjutnya.
Masdalina mengimbau selama Covid-19 masih dinyatakan sebagai public health emergency of international concern (PHEIC), maka kebijakan yang tepat yaitu penerapan protokol dan pengendalian yang maksimal. Hal ini termasuk menerapkan protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mencuci tangan).
Namun, dia menyayangkan sikap pemerintah yang kurang sejalan antar-pemangku kepentingan. Hal ini merujuk pada perbedaan pernyataan terkait pelonggaran masker yang disebut Wakil Presiden Ma'ruf Amin bahwa penggunaan masker wajib.
Sementara, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pelonggaran masker di ruang terbuka masih berlaku sesuai kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya.
"Sebaiknya komunikasi risiko yang disampaikan pemerintah itu hati-hati begitu ya. Komunikasi risiko kepada masyarakat itu harus hati-hati apalagi oleh pimpinan negara," katanya.