Saksi ahli Prof. DR. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, Sp. A (K)
MKEK Kemudian telah mendengar dan memeriksa ahli Prof. DR. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, Sp. A (K), Ketua Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (KPTK) Kementerian Kesehatan RI, ahli bidang metodologi riset dan Evidence Based Medicine (EBM) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 16 Januari 2018.
Analisis dilakukan Sudigdo dari tiga aspek yaitu praktek kedokteran, scientific evidence dan Healt Technology Assesment.
Mengenai tindakan praktik oleh Terawan, dipertanyakan apakah sudah ada Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) dan Pedoman Praktik Klinik (PPK) untuk RS bagi pengobatan stroke.
Tentang Scientific Evidence terkesan factual, artikel Dr. Terawan dalam Bali Meicinie Journal dan Indonesia Biomedical Journal, tidak disunting dengan baik serta ditulis dalam jurnal terakreditasi B, menurut klasifikasi Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti).
Mengenai kualitas laporan, kriteria Consolidate Standart of Reporting Trials (Consort) tahun 2015 dinilai poor (di bawah 13) dan dari validitas studi secara metodologi dianggap cacat dengan memperhatikan aspek desain penelitian, besar sample, cara pengambilan sample, dan penulisan tidak memahami prinsip randomize control trial (RCT) khususnya randomisasi.
Penelitian tersebut bukan true experimental namun pre-experimental study, yang terancam.
Saksi ahli Prof. Dr. Teguh A.S Ranakusuma
Lalu, MKEK mengundang kembali, mendengar dan memeriksa saksi ahli, Prof. Dr. Teguh A.S Ranakusuma, Sp. S(K) dari FKUI pada 26 Januari 2018.
Dia menilai penelitian Terawan adalah terkait clinical biomarker yang tidak dapat digunakan sebagai terapi/pengobatan pada pasien stroke, oleh karena itu, Prof. Teguh meminta kepada Terawan agar judul disertasinya yang semula menggunakan sitilah BW diubah menjadi intra arterial heparin flushing (IAHF).
Bahwa tindakan diagnostik ini dapat menimbulkan efek samping berupa pendarahan mikro yang tidak tampak dengan pencitraan radiologis.
Bahwa standar pengobatan stroke iskemik sudah ada yaitu untuk stroke akut dengan trombolisis dan thrombolectomy dengan syarat tertentu.
Terawan diberhentikan secara permanen dari keanggotaan IDI, salah satu keputusan Muktamar XXXI di Kota Banda Aceh. @PBIDI pic.twitter.com/qaAkFnonXI
— Juru Wabah ** (@drpriono1) March 25, 2022
BHP2A
Selanjutnya MKEK mengundang dan mendengar Ketua Biro Hukum dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI, Dr. H. N. Nazar
Bahwa kehadiran BHP2A PB IDI dan pembelaannya bukan atas permintaan terlapor, tetapi semata-mata undangan dari MKEK dan sesuai deengan tugas pokok BHP2A.
BHP2A IDI memandang ada 3 aspek untuk mendapatkan perhatian dari sidang majelis ini. Pertama, aspek attitude terlapor,.
Kedua, aspek upaya peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terlapo. Ketiga, aspek perilaku terlapor dalam menjalankan praktik kedokteran.
Bahwa akan adanya penilai MKEK tentang pelanggaran etik terlapor, dalam hal ini berupa melakukan promosi, mengiklankan diri, memuji diri, padah hakikatnya BHP2A sependapat.
Saksi ahli Prof. Dr. Irawan Yusuf, Ph.D
Menurut saksi ahli, saat pertama kali bertemu, Dr. Terawan sedang mengambil S3 di Universitas Gajah Mada (UGM), tapi ternyata tidak ada dosen yang membimbing. Prof Irawan Yusuf mengusulkan agar Terawan mengambil S3 di Universitas Hasanuddin.
Dia menilai peran utama BW hanya meningkatkan celebral blood flow pada stroke kronik, memperbaiki suplai darah ke jaringan infark sehingga oksigen, nutrisi dan obat bisa sampai serta memperpanjanga window period, gejala klinis membaik.
Tetapi simpulan yang ditonjolkan terlalu berlebihan (sebagai alternatif terapi stroke yang standar) sehingga mempertajam kontroversi.
Dia pun menegaskan bahwa temuan Terawan belum dapat dijadikan terapi alternatif untuk menggantikan terapi standar tapi hanya meningkatkan celebral bloof flow sehingga terapi lain dapat dilakukan secara terencana.
“Dia menegaskan bahwa Terawan harus bertindak sesuai kompetensi dan kewenangannya untuk menghilangkan kontroversi,” tulis MKEK dalam dokumennya.