Bisnis.com, JAKARTA - Perdana menteri wanita pertama Swedia, Magdalena Andersson mengundurkan diri hanya beberapa jam setelah dia diangkat.
Andersson diumumkan sebagai pemimpin kemarin, tetapi mengundurkan diri setelah mitra koalisinya mundur dari pemerintah sehingga anggaran yang diajukan ke parlemen gagal disetujui.
Sebaliknya, parlemen memilih anggaran yang telah disusun oleh oposisi yang mencakup sayap kanan anti-imigran.
"Saya telah mengatakan kepada ketua parlemen bahwa saya ingin mengundurkan diri," kata Andersson kepada wartawan seperti dikutip BBC.com, Kamis (25/11).
Mitra koalisinya, Partai Hijau menyatakan tidak dapat menerima anggaran yang dirancang untuk pertama kalinya dengan pihak sayap kanan.
Andersson mengatakan bahwa dia berharap untuk mencoba menjadi perdana menteri lagi sebagai pemimpin pemerintahan dengan partai tunggal.
"Ada praktik konstitusional bahwa pemerintah koalisi harus mengundurkan diri ketika satu partai mundur," kata pemimpin partai Sosial Demokrat itu. Dia mengaku tidak ingin memimpin pemerintahan yang legitimasinya dipertanyakan.
Ketua parlemen mengatakan akan menghubungi para pemimpin partai untuk langkah selanjutnya.
Andersson terpilih sebagai perdana menteri sebelumnya karena di bawah hukum Swedia, dia membutuhkan mayoritas anggota parlemen untuk tidak memberikan suara menentangnya.
Seratus tahun setelah perempuan Swedia diberikan suara, pemimpin Sosial Demokrat berusia 54 tahun itu mendapat tepuk tangan meriah dari beberapa bagian parlemen, atau Riksdag.
Pemilihannya sebagai kepala pemerintahan minoritas mengikuti kesepakatan 11 jam dengan partai kiri oposisi, yakni tunjangan pensiun yang lebih tinggi bagi pegawai negeri Swedia. Dia juga mendapatkan dukungan dari mitra koalisi Partai Hijau.
Dari 349 anggota Riksdag, 174 memilih menentangnya. Akan tetapi lebih dari 117 anggota parlemen mendukung Andersson, 57 lainnya abstain sehingga memberikan kemenangannya dengan satu suara.
Sebelum anggota parlemen mendukung Magdalena Andersson, Swedia adalah satu-satunya negara bagian Nordik yang tidak pernah memiliki seorang wanita sebagai perdana menteri.