Sementara itu, Guru Besar dari Tasmania University, James Chin melihat ada beberapa konteks yang perlu dipahami dalam melihat persoalan geopolitik setersebut.
Pertama, tidak ada yang namanya memperoleh kapal selam bertenaga nuklir tanpa prospek akan memperoleh senjata nuklir di masa depan.
Sedangkan yang kedua, Australia belum bergabung dengan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir, yang mewajibkan para pihak untuk tidak mengembangkan, menguji, memproduksi, memperoleh, memiliki, menimbun, atau mengancam untuk menggunakan senjata nuklir.
Sebelumnya Perdana Menteri Australia, Scott Morrison berdalih bahwa perjanjian Aukus tidak bersifat mengikat dengan AS sebagai negara berkekuatan senjata nuklir.
Akan tetapi hal itu sulit untuk diterima. Australia juga telah meratifikasi Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir pada tahun 1973 dan Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif pada tahun 1998.
Morrison mengatakan pekan lalu bahwa Australia “tidak memiliki rencana” untuk mengembangkan senjata nuklir. Hanya saja beberapa negara Asean khawatir perjanjian Aukus menunjukkan sinyal yang jelas bahwa Barat akan mengambil sikap yang lebih agresif terhadap China dengan memasukkan Australia ke dalam klub nuklir mereka.
Baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama khawatir Aukus juga akan mengarah pada perlombaan senjata besar-besaran di kawasan Indo-Pasifik yang lebih luas.