Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua MPR Tegaskan PPHN Dapat Dukungan LIPI, NU hingga Muhammadiyah

Dalam upaya mengejar target perampungan PPHN, MPR RI bekerja sama dengan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, serta melibatkan pakar/akademisi dari berbagai pihak.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memberikan sambutan saat sidang tahunan MPR di Jakarta, Jumat (14/8/2020). Binsis/TV Parlemen
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memberikan sambutan saat sidang tahunan MPR di Jakarta, Jumat (14/8/2020). Binsis/TV Parlemen

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan naskah akademik Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) akan segera dirampungkan, setidaknya PADA awal 2022. Bamsoet menyebut bahwa PPHN telah memperoleh dukungan dari berbagai elemen.

"Kehadiran PPHN ini telah mendapat dukungan dari Forum Rektor Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN), serta sejumlah kampus di Indonesia," kata Bamsoet dalam keterangan resminya, Jumat (20/8/2021).

Dalam upaya mengejar target tersebut, MPR RI bekerja sama dengan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, serta melibatkan pakar/akademisi dari berbagai disiplin ilmu, baik perguruan tinggi, Lembaga Negara dan Kementerian Negara.

"Badan Pengkajian MPR RI yang terdiri dari para anggota DPR RI lintas fraksi dan kelompok DPD bersama sejumlah pihak terkait terus menyusun hasil kajian PPHN dan naskah akademiknya. Jadi, keliru jika ada yang mengatakan PPHN tidak pernah dibahas di Parlemen," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa kehadiran PPHN sangat penting sebagai bintang arah pembangunan nasional. kemunculannya sudah menjadi rekomendasi MPR RI periode 2009-2014 dan MPR RI periode 2014-2019.

Rekomendasi tersebut mengusulkan amandemen terbatas UUD NRI 1945 agar MPR memiliki kewenangan menetapkan pedoman pembangunan nasional ‘model GBHN’, yang disebut PPHN.

Politisi Golkar itu memaparkan bentuk hukum yang ideal bagi PPHN adalah melalui ketetapan MPR. Bukan melalui undang-undang yang masih dapat diajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi. Juga bukan diatur langsung dalam konstitusi.

“Karena PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat, serta bersifat direktif, maka materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi,” tuturnya.

Menurutnya, Pemilihan Ketetapan MPR sebagai bentuk hukum yang ideal bagi PPHN, mempunyai konsekuensi perlunya perubahan dalam konstitusi atau amandemen terbatas UUD NRI 1945.

Sekurang-kurangnya berkaitan dengan dua pasal dalam UUD NRI 1945, Antara lain penambahan 1 ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN, serta penambahan ayat pada pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN.

Dia pun menegaskan, bahwa proses amandemen UUD NRI 1945 sudah diatur dalam ketentuan Pasal 37 ayat 1-3 UUD NRI 1945.

“Ayat 1 menjelaskan, bahwa usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, yakni sekitar 237 dari 711 jumlah anggota MPR,” pungkas Bamsoet.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper