Bisnis.com, JAKARTA — Pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un mengakui ada berbagai tantangan yang dihadapi negara itu dalam mencapai target ekonominya.
Dalam pertemuan pertama Komite Pusat Korea Partai Pekerja Korea Utara (Korut) dalam 8 bulan terakhir, Kim mengatakan sasaran pertumbuhan ekonomi tidak tercapai seperti seharusnya.
"Negara menghadapi tantangan yang tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dihindari di berbagai aspek. Rencana mencapai target yang telah ditetapkan untuk meningkatkan ekonomi nasional telah mengalami penundaan serius dan standar kehidupan rakyat tidak mengalami perbaikan yang signifikan," paparnya seperti dikutip Bloomberg dari Korean Central News Agency, Kamis (20/8/2020).
Meski pengakuan seperti ini adalah sesuatu yang langka bagi Kim, maupun bagi Korut, tapi pernyataan keras terkait percepatan program ekonomi bukanlah yang pertama.
Dalam beberapa bulan terakhir, Kim sudah menunjukkan kemarahannya terhadap kader-kader partai yang dinilainya tidak mampu mengontrol virus serta kepada orang-orang yang bertanggung jawab atas konstruksi Rumah Sakit Umum Pyongyang. Dia menyebut mereka mencemooh kebijakan partai dan menggunakan anggaran dengan ceroboh.
Kim juga berkomitmen memaparkan rencana kerja ekonomi 5 tahunan dalam kongres partai pada Januari 2021. Jika terealisasi, maka ini akan menjadi pemaparan ekonomi kedua dalam waktu 41 tahun terakhir.
Baca Juga
Agenda yang sama terakhir kali digelar pada 2016, sekaligus menjadi yang pertama sejak 1980. Walaupun agenda ini sebenarnya tercantum dalam aturan Partai Pekerja Korut, tapi Kim Jong-il yang merupakan ayah Kim Jong-un tak pernah melaksanakannya.
Pada Januari 2020, Kim menutup perbatasan negara itu demi menghindari serangan virus corona. Kebijakan tersebut rupanya makin membebani ekonomi Korut, karena jalur perdagangan resminya ikut tertutup.
Laporan Fitch Solutions pun menyatakan ekonomi Korut bisa jatuh ke kontraksi terbesar sejak 1997.
Ditambah lagi dengan hujan deras yang menghancurkan lahan pertanian pada pertengahan tahun ini, yang dapat mengancam ketahanan pangan negara di Semenanjung Korea itu. World Food Program menyebutkan sekitar 40 persen populasi Korut kekurangan nutrisi.
"Kecuali ada perubahan besar, seperti mendorong reformasi ekonomi atau memperbaiki hubungan dengan Korea Selatan (Korsel), China, dan/atau Rusia, maka akan sulit bagi Korut untuk mencapai kemakmuran ekonomi seperti yang dicita-citakannya," papar profesor di University of North Korean Studies Yang Moo-jin.
Selain masalah internal dan serangan virus corona, Korut juga menghadapi tantangan lain dari eksternal, utamanya terkait hubungan dengan AS dan Korsel. Berbagai pertemuan bilateral antara Kim dengan Presiden AS Donald Trump terkait denuklirisasi Korut pada 2018-2019, ternyata belum berujung pada sesuatu yang konkret.
Berbagai sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Korut juga masih belum dicabut.