Bisnis.com, JAKARTA – Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengapresiasi langkah pemerintah memberikan stimulus bagi masyarakat untuk menghadapi pandemi corona, salah satunya melalui Kartu Pra Kerja yang menyedot anggaran mencapai Rp20 triliun. Namun, program dalam bentuk pelatihan online dinilai tidak tepat.
Ketua Umum Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas menilai stimulus yang diberikan melalui Kartu Pra Kerja dalam bentuk pelatihan online tidak tepat. Pasalnya, yang dibutuhkan rakyat, termasuk yang kehilangan pekerjaan, adalah bantuan yang dapat membuat mereka bertahan hidup akibat pandemi corona yang belum ketahuan kapan berakhirnya.
“Kita juga tahu, selama ini pelatihan-pelatihan semacam itu tidak efektif dan malah terkesan buang-buang anggaran saja. Rakyat dan karyawawan yang kehilangan pekerjaan saat ini butuh bantuan untuk hidup, bahan makanan, bukan pelatihan online,” ujar Gus Yaqut, sapaan akrabnya.
Gus Yaqut membayangkan, jika jumlah peserta 5,6 juta orang dan membutuhkan biaya pelatihan Rp 1 juta, maka anggaran yang diperlukan mencapai Rp5,6 triliun.
“Ini malah anggarannya mencapai Rp20 triliun. Itu anggaran besar sekali. Uang itu akan bermanfaat kalau seandainya diberikan untuk membantu rakyat bertahan hidup selama masa pandemi seperti bantuan sembako atau uang tunai. Ini malah diberikan kepada lembaga training online. Yang menikmati siapa kalau begitu, rakyat atau perusahaan aplikasi training online?” tukasnya.
Gus Yaqut mengatakan penerima pelatihan online itu rata-rata orang yang telah memiliki skill. “Setelah pelatihan apa lantas mereka dapat kerja, sedangkan kesulitan hidup itu nyata akan mereka hadapi. Rakyat justru butuh bantuan untuk bertahan hidup. Jadi, yang mendesak dibutuhkan bukan pelatihan atau pembinaan, tapi bantuan yang langsung dirasakan rakyat,” ucapnya.
“Rakyat sangat butuh sembako dan uang untuk bertahan hidup selama pandemi. Atau daripada dibuat untuk pelatihan online, kasih dong bantuan untuk guru-guru ngaji atau kiai-kiai kampung yang jumlahnya juga banyak. Mereka adalah benteng terakhir penjaga moral anak-anak kita. Mereka ini tidak tersentuh oleh negara,” imbuhnya.
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR ini, para guru ngaji sama dengan guru di sekolah formal yang juga butuh meningkatkan kesejahteraan. “Mereka itu hanya dapat honor sekadarnya saja. Mereka juga jadi bagian yang terdampak karena imbauan pemerintah untuk di rumah, mereka akhirnya tidak bekerja.”
Di sisi lain, jelas Gus Yaqut, pelatihan online ini kental dugaan nepotisme dalam penunjukan vendor platform digital. Dia melihat, keterlibatan platform digital ruangguru yang dimiliki staf khusus Presiden Jokowi, Belva Devara, memicu konflik kepentingan.
“Di tengah semangat akuntabilitas tinggi yang digelorakan Presiden Jokowi, keterlibatan platform digital Skill Academy milik Ruangguru tidak tepat. Posisi Belva Devara sebagai pendiri Ruangguru sekaligus pembantu Presiden Jokowi saat ini rawan memicu tumpang tindih kepentingan. Jika pelatihan online tetap dipaksakan, justru makin membenarkan dugaan publik tentang adanya konflik kepentingan,” ujar Gus Yaqut.
Untuk itu, dia meminta vendor-vendor pelatihan online dihapus saja segera daripada duitnya cuma berputar di perusahaan aplikasi saja.
“Batalkan saja vendor-vendor aplikasi online itu. Lebih bermanfaat uangnya untuk rakyat langsung. Tolong diformulasikan ulang supaya lebih bisa efektif. Sekali lagi, yang mendesak dibutuhkan rakyat saat ini bukan pelatihan online, tapi bantuan yang langsung bisa dirasakan langsung rakyat,” pungkasnya.