Bisnis.com, JAKARTA - Parlemen Irak menyetujui pengunduran diri Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi dalam sidang parlemen yang diadakan di Ibu Kota Baghdad di -tengah aksi protes anti-pemerintah yang menelan banyak korban tewas.
Abdul Mahdi mengumumkan Jumat lalu bahwa dirinya akan mundur setelah 50 demonstran tewas pada hari sebelumnya oleh pasukan keamanan di Baghdad dan kota-kota Irak terutama Nasiriya dan Najaf di Irak bagian selatan.
Perdana menteri itu juga menghadapi kritik dari pemimpin tinggi Syiah Irak, Ayatollah Ali al-Sistani, yang mengutuk penggunaan kekuatan mematikan terhadap para demonstran dan menyerukan pembentukan pemerintah baru.
Pertemuan kabinet kemarin telah menyetujui pengumuman Abdul Mahdi, yang juga menyarankan pengunduran diri sejumlah pejabat penting pemerintah Irak, termasuk kepala staf perdana menteri.
Ahli hukum mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pemerintah akan mengambil peran juru kunci selama 30 hari atau sampai blok terbesar di parlemen menyetujui kandidat baru untuk menggantikannya.
"Berdasarkan konstitusi, pengunduran diri ini mencakup seluruh pemerintah--menteri dan wakil perdana menteri," ujar pakar hukum Tareq Harb seperti dikutip Aljazeera.com, Senin (2/12/2019).
"Pemerintah sekarang telah menjadi pemerintah sementara yang hanya akan menangani masalah-masalah mendesak sampai pemerintah baru terpilih," tambahnya.
Blok atau aliansi politik terbesar akan memiliki 15 hari untuk mencalonkan seorang kandidat yang kemudian akan ditugaskan oleh presiden untuk membentuk pemerintahan baru dalam 30 hari," kata Harb kepada Al Jazeera.
Kabinet baru itu kemudian akan dipilih oleh parlemen yang membutuhkan mayoritas mutlak untuk dipilih.
Tetapi tanpa blok yang secara resmi ditunjuk sebagai yang terbesar di parlemen, diperlukan berminggu-minggu untuk seorang perdana menteri baru untuk dicalonkan.
"Pemerintah sementara [di bawah kepemimpinan Abdul Mahdi] akan berlanjut sampai blok politik memilih perdana menteri baru," ujar Ahmed al-Inazi, pakar hukum di Pusat Pengembangan Hukum Irak.