Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sengketa Aset Kredit : Objek Perkara Harus Diputus Pengadilan

Pengadilan tidak berwenang memproses perkara yang objek perkaranya masih dalam tahap sengketa.

Kabar24.com, JAKARTA — Pengadilan dinilai tidak berwenang memproses perkara yang masih menjadi objek sengketa atau terkait dengan perkara pidana maupun perdata yang sedang diproses penegak hukum lainnya.

“Tidak boleh kalau itu objek masih dalam sengketa, baik pidana maupun perdata,” ujar Muzakir, ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Senin (4/3/2019).

Dia mencontohkan misalnya yang jadi objek sengketa adalah tanah atau lahan. Maka tanah itu harus diblokir atau status quo dulu sampai ada putusan final dari pengadilan.

“Tidak bisa orang mengklaim dan minta pengesahan atas kepemilikan tanah tersebut kalau masih dalam sengketa. Apalagi melakukan penyitaan jelas tidak boleh. Jangan melakukan akrobat hukum,” katanya.

Muzakir dimintakan tanggapan sehubungan adanya sejumlah pihak yang mengklaim turut memiliki hak tagih piutang atas nama debitur PT Geria Wijaya Prestige (GWP), pemilik Hotel Kuta Paradiso di Bali.

Padahal, hak tagih piutang PT GWP yang dulu merupakan kredit macet itu telah dilelang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2004 melalui Program Penjualan Aset-aset Kredit (PPAK) VI yang dimenangkan PT Millenium Atlantic Securities (MAS).

Setelah MAS menyelesaikan pembayaran atas aset kredit tersebut, BPPN lalu mengalihkan hak tagih piutang berikut dokumen kredit GWP kepada MAS. Di kemudian hari, PT MAS mengalihkan hak tagih piutang tersebut kepada Fireworks Ventures Limited.

Persoalan muncul, ternyata sertifikat asli yang menjadi jaminan kredit PT GWP itu tidak disertakan dalam seluruh dokumen kredit yang dialihkan BPPN ke PT MAS, sehingga Edy Nusantara, kuasa Fireworks, menempuh upaya hukum dengan melaporkan dugaan penggelapan sertifikat PT GWP ke Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pada 21 September 2016.

Terlapor adallah Tohir Sutanto (mantan Direktur Bank Multicor/kini Bank CCB) dan Priska M. Cahya (pegawai Bank Danamon). Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Saat ini penyidik Bareskrim tinggal melakukan penyitaan dokumen asli sertifikat. Namun, di tengah proses, Bank CCB mengklaim telah menjual dan mengalihkan apa yang disebutnya sebagai hak tagih (cessie) atas nama debitur PT GWP itu kepada pengusaha Tomy Winata melalui akta bawah tangan pada 12 Februari 2018.

Berpegang akta itu, Tomy Winata mengajukan gugatan perdata Nomor 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. pada PN Jakarta Pusat.

Pokok gugatan adalah meminta pengadilan memutuskan bahwa PT GWP telah melakukan wanprestasi, dan mesti membayar denda ke penggugat sebesar lebih dari US$31 juta. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper