Bisnis.com, JAKARTA—Raksasa perbankan asal Inggris, Standard Chartered Plc (Stanchart) diperiksa oleh regulator keuangan Eropa dan Asia karena diduga memindahkan aset kliennya dari Guernsey ke Singapura. Adapun mayoritas pemilik aset tersebut berasal dari Indonesia.
Dalam kasus ini staf Stanchart diduga berperan memindahkan aset senilai US$1,4 miliar dari negara dependensi Inggris tersebut ke Negeri Singa. Pemindahan aset tersebut dilakukan pada akhir 2015 atau sebelum Guernsey mengadopsi kerangka pertukaran data pajak global (CRS) pada awal 2016.
Penyelidikan dilakukan setelah Otoritas Moneter Singapura (MAS) dan Otoritas Jasa Keuangan Guernsey (FSC) mendapat laporan dari karyawan Stanchart. Mereka mempertanyakan mengenai waktu transaksi dan verifikasi sumber dana klien yang dipindahkan ke Singapura tersebut.
Sumber Bloomberg mengatakan, dugaan mengarah pada aksi penghindaran pajak. Meskipun demikian otoritas keuangan kedua negara dikabarkan belum mengadakan penyelidikan ke dugaan tersebut. Adapun, beberapa pemilik aset yang berasal dari Indonesia tersebut dikabarkan berhubungan dengan militer.
“Perpindahan dilakukan sebelum kerangka Common Reporting Standard (CRS) diadopsi pada awal 2016. Stanchart sendiri juga sedang melakukan pemeriksaan internal,” kata salah satu sumber Bloomberg yang enggan disebut namanya, Jumat (6/10).
Sementara itu, Stanchart telah menutup operasinya di Guernsey sejak 2016. Selain MAS dan FSC Guernsey, kasus ini juga telah diketahui oleh Otoritas Jasa Keuangan Inggris (Financial Conduct Authority/FCA). Namun demikian, regulator keuangan yang menaungi kantor pusat Stanchart di London tersebut masih belum melakukan tindak lanjut.
Juru Bicara Stanchart menolak memberikan tanggapan terkait isu tersebut. Sikap senada juga dilakukan oleh Sekretaris FSC Guernsey Dale Holmes yang juga menjadi juru bicara komite bersamaFSC Guernsey dan MAS untuk pmenyelidiki kasus Stanchart.
Penyelidikan secara internal juga dilakukan oleh Stanchart. Dalam penyelidikan tersebut salah satu perusahaan keuangan terbesar di Inggris itu juga dibantu oleh mantan pejabat FBI Michael Welch. Hanya saja, pemeriksaan internal ini dilakukan sebatas sumber dana dari pemilik aset tersebut.
Di sisi lain, sejak dipimpin oleh Bill Winters, Stanchart telah menghadapi sejumlah skandal. Winters yang telah menduduki kursi CEO perusahaan selama dua tahun tersebut pernah tersangkut kasus pelanggaran sanksi embargo AS kepada Iran. Stanchart juga sempat terlibat kasus suap di Indonesia.