Rangkuti mengungkapkan, penggunaan angket ini oleh anggota Dewan memang tidak konsisten dan tidak fokus setelah niat awal membuat angket didasarkan pada keengganan KPK memberi rekaman kesaksian salah satu saksi kasus KTP elektronik lalu pindah ke soal keuangan KPK 2015 ke bawah, bergerak ke kinerja sekarang dicoba ke soal perlindungan HAM.
“Apa sebenarnya yang mau diangketkan? Apakah kinerjanya, laporan keuangannya, dugaan adanya pelecahan HAM, atau soal keengganan KPK menyerahkan rekaman.”
“Di manakah ada dalam sejarah angket di DPR, suatu lembaga pemerintah diangket karena kumpulan persoalan yang dianggap dilakukannya. Bahkan yang dianggap dilakukan oleh lembaga bukan oleh pejabatnya,” tanya Rangkuti.
Jika merujuk ke pasal 79 UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dinyatakan bahwa angket hanya berhubungan dengan pelaksanaan atau tindakan pemerintah yang tengah atau sedang berkuasa.