Kabar24.com, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat menolak dimasukkannya tindak pidana narkotika ke dalam Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana atau RUU KUHP, karena regulasi mengenai narkotika bersifat kompleks dan meletakkan aturan pidananya secara terpisah menyebabkan terjadinya kekacauan hukum pada taraf implementasi.
Staf Kebijakan Narkotika LBH Masyarakat Yohan Misero mengatakan, dimasukkannya narkotika ke dalam RUU KUHP juga memunculkan pertanyaan , bagaimana kemudian kebijakan rehabilitasi akan diberikan pada pemakai narkotika. Pasalnya, semua aturan mengenai rehabilitasi ada di pasal-pasal di UU Narkotika.
“Aturan-aturan kelembagaan yang ada di Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, kepolisian, dan Badan Nasional Narkotika terkait rehabilitasi juga menempatkan UU Narkotika sebagai pijakan utama. Pemisahan tindak pidana narkotika ke RUU KUHP dapat membuat rekan-rekan pemakai narkotika kehilangan pemenuhan hak atas kesehatan yangsangat mereka butuhkan,” tuturnya, Minggu (2/4/2017).
Dikatakan, dimasukannya narkotika ke RUU KUHP akan memperumit proses rehabilitasi dan justru akan meningkatkan stigma ke pemakai narkotika, karena seakan pemakaian atau penguasaan narkotika ialah kejahatan yang dianggap setingkat dengan tindak pidana lain misalnya seperti pencurian atau pembunuhan.
Terlepas dari itu semua, Yohan mengatakan, tidak ada perubahan yang amat mendasar dari susunan pidana narkotika yang ada di RUU KUHP. Tidak dari rumusan pasal, tidak dari pemidanaan. Karena itu, tidak ada gunanya tindak pidana tersebut diletakkan dalam RUU KUHP.