Kabar24.com, JAKARTA -- Psikolog anak, Sani B. Hermawan, mengatakan maraknya kekerasan anak yang terjadi di lingkungan sekolah disebabkan karena peran guru bimbingan dan konseling (BK) belum optimal.
Sani menyebut, peran guru BK seharusnya dijalankan mulai dari siswa kelas 1-6 Sekolah Dasar (SD). Tugas guru BK yakni harus mengetahui karakter anak, bagaimana anak menangani konflik yang ada dalam kehidupannya, serta mengajarkan agar anak bisa menyalurkan emosinya.
Terlebih, ketika ada indikasi kekerasan, maka guru BK harus berinsiatif menyelesaikan persoalan tersebut agar tidak meluas. Sementara, yang terjadi saat ini guru BK di sekolah, terutama di SD, justru mengerjakan tugas-tugas administrasi yang bukan merupakan pekerjaannya. Sedangkan, tugasnya sebagai guru BK malah tidak berjalan.
Padahal, tugas guru BK menjadi penting terutama untuk mencegah terjadinya kekerasan atau bullying di lingkungan sekolah.
"Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindung Anak (Komnas PA) kekerasan anak usia 6-14 tahun meningkat dari 10% menjadi 26%, artinya kekerasan marak terjadi di lingkungan sekolah," jelas Sani ketika dihubungi, Selasa (22/9/2015).
Sistem
Sani memaparkan, untuk menekan bahkan mengurangi agar kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak di sekolah tidak lagi terjadi, seharusnya peran dan pengawasan guru BK dilakukan maksimal.
"Untuk menyelesaikan kasus kekerasan di sekolah, ini yang harusnya diperbaiki adalah sistemnya," jelas Sani.
Psikolog Universitas Indonesia ini mengatakan, selain guru BK, peran penting lain yang dimaksimalkan adalah pengawasan orangtua. Menurutnya, orangtua harus mengawasi anak dan mengajarkan anak untuk bersikap asertif.
"Asertif di sini, artinya anak diajarkan untuk berkata tidak jika ada yang tidak disukainya, atau melaporkan ke guru maupun orang dewasa jika ada hal yang tidak sesuai dengan keinginannya," terang Sani.
Terkait kasus meninggalnya A (8 tahun) di sekolahnya di SDN Kebayoran Lama 07 akibat dipukul temannya, R (8 tahun), menurut Sani , penanganan kepada anak seharusnya bukan dikeluarkan dari sekolah, tetapi harus dipindahkan ke sekolah lain.
"Pemindahan pun harus menjelaskan alasannya ke anak tersebut agar dia paham mengapa dia dipindahkan. Karena, kalau ditempatkan di sekolah lama, maka akan ada traumatis terhadap kasus yang lalu," tutupnya.