Kabar24.com, JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan draf Rancangan Undang-Undang (UU) KPK yang diajukan untuk direvisi oleh DPR.
Zulkarnain, Pimpinan KPK, mengatakan revisi UU KPK memerlukan persiapan yang matang, karena menyangkut upaya pemberantasan korupsi di dalam negeri.
Untuk itu, sebaiknya semua pihak tidak memaksakan revisi UU yang selama ini menjadi dasar lembaga anti-rasuah itu beroperasi.
“Hal-hal yang dipaksakan kan tidak bagus. Membuat UU itu kan seharusnya efektif dan efisien, lebih baik dari yang ada, bukan justru untuk memperlemah yang ada,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (26/6/2015).
Zulkarnain menuturkan KPK sendiri memandang UU saat ini masih cukup memadai, karena lembaganya masih dapat beroperasi secara efektif dalam pemberantasan korupsi.
Bahkan, saat ini KPK sudah lebih banyak melakukan koordinasi, dan supervisi dengan lembaga di pemerintah pusat dan daerah untuk mencegah tindak pidana korupsi.
Menurutnya, sebaiknya pemerintah dan DPR mendahulukan revisi UU KUHAP yang sudah ada draf rancangan UU-nya.
Apalagi, revisi UU KPK akan berkaitan langsung dengan UU Tindak Pidana Korupsi, dan UU Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang sempat diajukan untuk direvisi.
“Publik sebenarnya dapat melihat seberapa jauh kesiapannya melalui draf UU tersebut. Sekarang di mana drafnya,” ujarnya.
Untuk diketahui, Badan Legislatif DPR melaporkan revisi UU KPK menjadi program legislasi nasional 2015 dalam Sidang Paripurna lalu.
Badan Legislatif mengklaim percepatan pembahasan revisi UU KPK dilakukan atas dorongan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang kemudian disetujui oleh seluruh fraksi.
Setidaknya ada lima isu krusial yang menjadi persoalan dalam naskah revisi UU KPK yaitu pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas KPK, penghapusan kewenangan penuntutan, pengetatan rumusan kolektif kolegial, dan pengaturan pelaksana tugas pimpinan yang berhalangan hadir.