Kabar24.com, JAKARTA— Istri Presiden Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah Wahid, memimpin aksi `Cuci Bersih Koruptor` dalam Peringatan Hari Perempuan Internasional di Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta, Minggu (8/3/2015).
Saat membacakan pernyataan sikap yang diserahkan aktivis perempuan dari berbagai elemen di Yogyakarta, Sinta menyatakan bergabung dalam gerakan perempuan antikorupsi se-Indonesia, melawan upaya pelemahan pemberantasan korupsi yang terjadi masif di awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Presiden sebagai pemegang komando tertinggi, tidak menunjukkan upaya yang jelas dalam pemberantasan korupsi," kata Sinta.
Pernyataan ini disambut riuh ratusan aktivis perempuan itu.
Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus gratifikasi, upaya pemberantasan korupsi memang seolah jalan di tempat. Sebab, satu persatu pimpinan KPK balik mendapat serangan dan ditetapkan Kepolisian RI sebagai tersangka untuk berbagai dugaan kasus yang melilit mereka di masa lalu, atau jauh sebelum menjadi komisioner KPK.
"Kami perempuan tak akan tinggal diam jika pemberantasan korupsi ini terancam lumpuh dan malah dihadang penguasa," kata Sinta.
Sinta menegaskan, jika KPK yang selama ini dianggap sebagai jantung pemberantasan korupsi dipaksa berhenti berdenyut di masa pemerintahan Jokowi, pihaknya dan gerakan perempuan antikorupsi se-Indonesia juga tidak akan tinggal diam.
"Kami tidak akan diam jika institusi penegak hukum dikuasai para pelaku korupsi itu sendiri," kata Sinta.
Dalam aksi itu sedikitnya ada tiga tuntutan yang disampaikan para aktivis yang berasal dari elemen seperti Jaringan Pekerja Rumah Tangga (JPRT), Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (Sabda), Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi). Turut hadir pula kalangan perempuan anggota DPRD Kota Yogya, perguruan tinggi, dan seniman.
Tiga tuntutan aksi Cuci Bersih Koruptor ini ditujukan langsung kepada Presiden Jokowi. Pertama, mendesak Jokowi memerintahkan pelemahan institusi dan instrumen hukum pemberantasan korupsi.
Kedua, menghenetikan perlindungan bagi koruptor dan pejabat korup, ketiga agar Jokowi menghentikan praktik politik transaksional yang terbukti menyuburkan korupsi.
"Perempuan harus menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi," kata Sinta.