Bisnis.com, JAKARTA—Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan pola anggaran dengan bahasa pengadaan memang paling rawan penyimpangan sebab mudah dimanipulasi.
Koordinator ICW Ade Irawan menyoroti polemik antara DPRD DKI dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama terkait anggaran siluman senilai Rp12,1 triliun yang muncul dalam draft APBD 2015.
“Memang kalau lihat tren korupsi, yang paling rawan adalah bagian pengadaan karena mudah untuk dimanipulasi baik itu dari segi spesifikasi, tempat, proses. Selain yang juga cukup rawan yakni dana bantuan sosial,” katanya kepada Bisnis, Selasa (3/3/2015).
Dia menyatakan dalam kasus APBD DKI 2015 yang diadukan Ahok ke Komisi Pemberantasan Korupsi, anggaran siluman bisa masuk dari berbagai lini.
Tak tertutup kemungkinan pihak yang proaktif menitipkan anggaran adalah anggota Satuan Kerja Perangkat Daerah dan dinas di DKI, namun bisa saja pelakunya adalah anggota dewan saat pembahasan di badan anggaran maupun komisi.
Saat ini baik DPRD secara institusi maupun Ahok masih saling menuding.
Belakangan beberapa anggota DPRD malah menyebut Ahok menyuap mereka untuk meloloskan anggaran.
Karena itu Ade menantang baik Ahok maupun DPRD untuk saling buka-bukaan agar bisa terungkap siapa yang berperan aktif memainkan anggaran siluman tersebut.
"Bisa banyak pihak, ya jelas ada kemungkinan dari SKPD, karena DPRD kan gak punya hak untuk mengeksekusi anggaran, yang punya [hak] kan birokrasi, dia yang akan mengoperasionalkan. Nah, pertanyaannya apakah SKPD ini ikut terlibat secara aktif, misalnya meng-input data dan memanipulasi atau dia hanya sekadar rmenjalankan perintah," kata Ade.
Lebih lanjut, Ade juga menyatakan Menteri Dalam Negeri harus segera turun tangan untuk menyelesaikan polemik tersebut agar rakyat DKI tak dirugikan karena pembangunan yang terhambat.
Di sisi lain dia mengingatkan Ahok agar tetap menolak kompromi untuk memasukkan anggaran siluman Rp12,1 triliun tersebut.
"Ya tetap saja lanjut, Ahok laporkan kalau yang mau angket silakan saja tapi harus secepatnya diselesaikan. Sekarang Kemendagri yang harus turun tangan, tapi ya proses hukumnya tetap jalan," jelasnya.