Bisnis.com, BRUSSELS - Suka atau tidak, negara-negara Eropa yang tergantung pada kucuran dana talangan (bailout) harus menerima 4 tahun lagi bersama pemerintahan Angela Merkel, setelah kembali dilantik sebagai Kanselir Jerman untuk periode ketiga, Minggu (22/9).
Padahal, hasil survei German Marshall Fund pekan lalu mengungkapkan 82% warga Spanyol, 65% warga Portugal, dan 58% warga Italia menolak Merkel untuk kembali menangani masalah krisis utang zona euro.
Negara-negara Eropa Selatan itu menyalahkan Merkel yang telah melakukan pemangkasan anggaran layanan sosial secara drastis, menyebabkan resesi, dan memicu tingginya angka pengangguran.
Di lain pihak, mayoritas warga Jerman menyambut kembali Merkel sebagai kepala pemerintahan dan memuji kebijakannya yang telah membantu mempertahankan kesatuan blok bermata uang tunggal tersebut.
Kemungkinan kebijakan yang diambil oleh Merkel untuk mengatasi krisis utang adalah pengurangan bailout untuk Yunani dan penekanan program penghematan (austerity), tanpa mengubah niat untuk mengalirkan bantuan ke negara-negara yang terbelit pengetatan anggaran dan upah serta berorientasi pada industri ekspor.
“Manajemen krisis kemungkinan besar akan menjadi kelanjutan dari status quo. Inti dari prinsip kepastian hukum Jerman tidak akan berubah. Pengambilan keputusan juga akan tetap bersifat inkremental,” ujar Mujtaba Rahman, Direktur Analis Eurasia Group di New York, Senin (23/9).
Merkel akan memulai pemerintahan periode ketiganya pada saat Eropa sedang berada di ambang batas antara krisis dan pemulihan. Zona euro baru saja keluar dari resesi selama 18 bulan dan Irlandia diprediksi menjadi negara pertama yang akan menghentikan ketergantungan terhadap bailout asing.
Fokus Yunani
Ketika Jerman melakukan penghitungan suara akhir pekan lalu, pejabat Troika (Komisi Eropa, European Central Bank dan International Monetary Fund) memetakan langkah selanjutnya untuk menangani krisis utang di Yunani.
Yunani dijadwalkan menerima bailout senilai 240 miliar euro (US$324 miilar), baik dalam bentuk pinjaman baru maupun pinjaman yang sudah ada, atau keduanya.
Perdana Menteri Antonis Samaras mengatakan dia akan menagih komitmen Troika untuk mempertimbangkan kebijakan lanjutan dan bantuan lebih jauh ketika Yunani berhasil mencapai surplus anggaran.
Saat tenggat waktu pencairan bailout kian mendekat, Yunani dan Jerman kembali beradu argumen tentang persyaratan menerima bantuan.
Pekan lalu, Samaras mengatakan Yunani tidak harus memangkas anggaran lagi, sementara perwakilan Merkel menuding Yunani belum membuat kemajuan.
“Jelas tidak akan ada program baru tanpa persyaratan,” tutur Michael Meister, Deputi Chairman Parlemen Jerman dalam sebuah wawancara sebelum pemilihan umum akhir pekan lalu.
Merkel menolak kesepakatan perjanjian utang bersama dan menganggap hal itu akan mengakibatkan kemunduran Eropa karena blok tersebut dipaksa mendanai negara-negara yang tidak berhak menerima bantuan.
Negara lain yang meminta pelunakan persyaratan Jerman adalah Siprus, yang dipaksa untuk menutup bank-bank besarnya sebagai ganti pemberian bailout sebesar 10 miliar euro pada Maret. Akibatnya, perekonomian Siprus diprediksi menyusut 8,7% tahun ini.
“Jerman sendiri sebenarnya juga menyadari adanya kebutuhan akan kebijakan yang tidak hanya menekankan pada austerity, tetapi kebijakan yang mendongkrak pertumbuhan,” ujar Presiden Siprus Nicos Anastasiades dalam sebua wawancara di Nicosia, Selasa (17/9). (Bloomberg)