JAKARTA—PT Sri Melamin Rejeki meminta majelis hakim menolak permohonan pailit yang diajukan oleh PT Pupuk Indonesia Holding Company (Persero) dan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang karena objek sengketa sedang diproses di BANI.
Sebelumnya, Pupuk Indonesia Holding dan Pupuk Sriwidjaja Palembang (para pemohon) mengajukan permohonan pailit atas Sri Melamin (termohon) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Permohonan dengan No. 64/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst itu didaftarkan ke kepaniteraan pada 30 Oktober 2012. Pemohon mendalilkan termohon memiliki utang jatuh tempo dan dapat ditagih per 13 Oktober 2010 sebesar Rp72,11 miliar dan US$6,46 juta.
Utang termohon itu didasarkan pada kententuan dalam Perjanjian Penyediaan Bahan Baku dan Utilitas serta Penyerahan Off Gas No.147/SP/DIR/2007 dan No.156/SMRJ/DIRUT/XII/2007 tertanggal 27 Desember 2007.
Menurut kuasa hukum pemohon, Bahrul Ilmi Yakup, kendati berkali-kali diingatkan oleh pemohon, namun sejak 13 Oktober 2010 termohon sama sekali tidak melakukan pembayaran. Hal itu, katanya, menunjukkan iktikad buruk termohon.
“Selain iktikad buruk, secara faktual termohon memang telah pailit; sebab sejak 14 November 2008 termohon memang tidak lagi operasional dan tidak lagi melakukan aktifitas produksi,” katanya.
Pemohon juga mendalilkan adanya kreditur lain yakni PT Bank Mandiri Tbk. Dengan begitu, tambah Bahrul, permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Atas permohonan itu, termohon lewat kuasa hukumnya Otto Hasibuan dkk. mengajukan tanggapan yang intinya menolak seluruh dalil yang diajukan pemohon. “Intinya adalah mereka itulah yang berutang dan justru kami gugat ke lembaga arbitrase,” kata Otto.
Permohonan ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) itu dilakukan sebelum permohonan pailit diajukan ke pengadilan niaga. Menurut Otto, permohonan pailit yang diajukan itu untuk menghindari kewajiban pemohon terhadap termohon.
Gugatan wanprestasi ke BANI diajukan pada 31 Agustus 2012 yang disertai permintaan ganti rugi terkait perjanjian penyediaan bahan baku 2007.
Sejalan dengan proses arbitrase itu, lanjutnya, maka syarat adanya utang yang dapat dibuktikan secara sederhana belum terpenuhi karena objeknya sedang dalam sengketa. UU kepailitan memang mempersyaratkan utang dapat dibuktikan secara sederhana.
Dasar pengajuan adanya utang itu, ungkap termohon, berdasarkan berita acara rekonsiliasi pada 13 Oktober 2010 yang belum ditandatangani direksi sehingga dianggap bukan dibuat oleh pihak yang berwenang.
“Termohon tidak mempunyai hubungan hukum dan tidak mempunyai utang terhadap para pemohon, oleh karenanya para pemohon tidak memiliki persona standi in judicio dalam mengajukan permohonan pailit aquo,” ungkapnya.
Menurut Otto, hubungan hukum yang terjadi adalah antara termohon dengan PT Pupuk Sriwidjaja, bukan dengan para pemohon.
Pada 1990 PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) bekerja sama dengan PT Lumbung Sumber Rejeki dan PT Kairos Estu Niaga mendirikan Sri Melamin Rejeki dengan kegiatan utamanya memproduksi dan menjual melamin.
Pabrik melaminnya sendiri dibangun pada 1991 yang letaknya berada dalam satu komplek dengan pabrik-pabrik milik Pupuk Sriwidjaja, serta saling terkoneksi dan terintegrasi.
“Pabrik termohon sangat bergantung hidup dan matinya dan pasokan bahan baku pembuatan melamin dan utilitas (listrik, air, dll) dari pabrik milik PT Pupuk Sriwidjaja,” kutip berkas tanggapan termohon. Bahan baku melamin berupa urea larutan yang hanya bisa didapatkan dari pabrik Pupuk Sriwidjaja. (msb)