Bisnis.com, JAKARTA – Perjalanan kasus hukum yang menimpa Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong hingga bebas dari vonis karena mendapat abolisi dinilai dapat berimbas pada kondisi perekonomian nasional.
Seperti diketahui, Tom Lembong sempat ditetapkan menjadi tersangka dalam dugaan kasus impor gula, dan telah dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara. Putusan tersebut membuat gaduh publik karena dalam putusan tersebut hakim tidak dapat membuktikan Tom Lembong tidak memperkaya diri sendiri.
Pada 31 Juli 2025, Tom Lembong mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto dan terbebas dari vonis penjara 4,5 tahun.
Ekonom senior Didik J Rachbini melihat praktik hukum dalam kasus Tom Lembong punya dampak buruk terhadap perekonomian Tanah Air.
"Hukum yang lemah, tidak adil, tidak konsisten, atau mudah diintervensi kekuasaan serta dipolitisasi dapat memberikan dampak negatif serius terhadap perekonomian nasional. Hukum adalah faktor kepastian dan ketidakpastian di dalam ekonomi, khususnya investasi," kata Didik dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (2/8/2025).
Rektor Universitas Paramadina itu menilai hukum yang mudah diintervensi kekuasaan dan dipolitisasi ini dapat menurunkan kepercayaan investor, dan negara dengan kepastian hukum yang labil dan buruk akan dihindari oleh investor.
Menurutnya, kalangan bisnis dan semua investor, baik domestik dan maupun luar negeri, pasti sangat memerlukan kepastian hukum. Jika sistem hukum tidak bisa menjamin kontrak, menyelesaikan sengketa dengan adil, atau bebas dari intervensi politik, maka investor enggan menanamkan modal karena akan berakibat risiko kerugian dan bahkan bangkrut.
Tidak hanya menurunkan minat investor, Didik mengatakan hukum yang buruk akan menyebabkan biaya transaksi meningkat, mahal, serta biaya investasi meningkat dan tidak efisien.
"Biaya transaksi adalah biang kerok atau bahkan setan buruk di dalam ekonomi dan dunia bisnis, yang sering muncul dari sistem hukum yang buruk. Hukum yang buruk, tidak efisien dan tidak dapat diandalkan bagi kepastian usaha akan menambah beban dunia usaha dan ekonomi nasional," tegasnya.
Didik juga mengatakan bahwa prosedur hukum yang berbelit, panjang dan tidak jelas sangat besar pengaruhnya terhadap ekonomi suatu negara, bahwa mekanisme penyelesaian hukum dan sengketa menjadi mahal. Di dalam sistem hukum yang buruk, sambungnya, efisiensi ekonomi menurun dan bahhkan rusak.
"Contoh ekstremnya adalah negara-negara dengan sistem hukum yang lemah cenderung jatuh dalam jebakan negara gagal (failed state) atau negara predatoris yang menjadikan ekonomi hanya alat penghisapan oleh elite kekuasaan," tegasnya.
Mencoba membandingkan dengan era pemerintahan sebelumnya, Didik menilai praktik kriminalisasi hukum karena intervensi politik terjadi pada semua rezim, tetapi sangat vulgar pada masa Jokowi. Menurutnya, kasus Tom Lembong ada indikasi kuat intervensi kekuasaan terhadap hukum, yang merupakan warisan Jokowi.
Didik bilang, saat ini sudah tidak ada lagi moto yang suci di dalam dunia hukum yang berbunyi 'lebih baik membebaskan orang yang salah daripada menghukum orang yang benar'. Menurutnya, prinsip ini adalah keadilan paling mendasar di dalam dunia hukum, tetapi dibuang di 'tong sampah' oleh pemimpin-pemimpin yang sebenarnya juga lahir dari demokrasi.
"Yang ada sekarang, seperti kasus Tom Lembong, jika mereka lawan politik, kesalahan dicari-cari, seperti pada kasus pilpres yang lalu. Politik kemudian menjadi anasir jahat di dalam demokrasi," pungkasnya.