Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Rochadi Tawaf

Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia

Dia meraih gelar doktoral pada program studi pertanian di Universitas Padjadjaran

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Revolusi Merah Putih & Susu Gratis

Minum susu gratis merupakan program spektakulernya Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih merupakan janji politik.
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menghampiri awak media sebelum memenuhi undangan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/7/2024)/Bisnis-Akbar Evandio
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menghampiri awak media sebelum memenuhi undangan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/7/2024)/Bisnis-Akbar Evandio

Bisnis.com, JAKARTA - Prabowo Subianto sejak menjabat sebagai Ketua Umum HKTI memiliki program Revolusi Putih yang terus dilanjutkan saat dirinya menjadi Ketua Umum Parta Gerindra.

Program itu merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi susu bagi anak-anak dan remaja. Manfaat langsung kegiatan itu adalah meningkatkan kualitas SDM.

Tidak hanya HKTI dan Gerindra yang melaksanakan program tersebut, program minum susu juga dilakukan oleh pemda yang peduli, melalui Gerakan Minum Susu bagi Anak Usia Sekolah (GERIMIS BAGUS), Susu Sekolah, dan masih banyak kegiatan minum susu lainnya yang dicanangkan oleh masyarakat, termasuk Gerakan Minum Susu Bagi Seluruh Karyawan (GERIMIS SEKAWAN), maupun kampanye minum susu pada Hari Susu Nusantara setiap tahun.

Realitanya semua program ini kandas di tengah jalan, karena kegiatan merupakan ‘charity’ yang sifatnya musiman dan tidak berkelanjutan. Selain itu, masalah dasarnya adalah tidak ada kebijakan politik dan dana yang cukup, sehingga manfaatnya tidak dirasakan langsung oleh Bangsa ini.

Sementara itu, ‘minum susu gratis’ yang merupakan program spektakulernya Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih merupakan janji politik. Tentunya ini menjadi wajib untuk dilaksanakan dan harus berhasil.

Pada cetak biru persusuan nasional, target konsumsi susu di dalam negeri pada 2026 akan terpenuhi sekitar 60%, dengan asumsi kemampuan produktivitas sapi perah sekitar 20 liter/hari, konsumsi susu meningkat menjadi 30 liter/kapita/tahun, populasi sapi perah menjadi 1,8 juta ekor, peningkatan populasi betina laktasi menjadi 50% populasi betina produktif.

Namun, kondisi saat ini kontribusi produksi SSDN (Susu Segar Dalam Negeri) belum beranjak sesuai dengan target yang dibuat, bahkan cenderung menurun dari base line 22%, masih di bawah 20% untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Menurut data kementerian Perindustrian (2022), kebutuhan susu dalam 6 tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata 6% per tahun, sedangkan produksi SSDN hanya tumbuh 1% saja.

Artinya, jika tidak diintervensi, diprediksi akan terjadi kesenjangan yang makin melebar antara produksi SSDN dan importasinya.

Karut-marut persusuan terjadi pascaterbitnya Inpres No. 4/1998, dan terus berlanjut dengan munculnya wabah PMK dan LSD hingga kini. Indikatornya adalah jumlah koperasi/KUD susu anggota GKSI hanya tinggal 50-an koperasi dari 200-an Koperasi/KUD susu. Produksi SSDN yang dihasilkan semula mampu berkontribusi 50%, kini hanya tinggal 17%.

Belajar dari sejarah suksesnya pembangunan persusuan Nasional di era orde baru, dan bagaimana menghapus potret buram persusuan na­sio­nal, sepertinya hanya melalui ‘revolusi kebijakan’, yaitu pemerintah segera menerbitkan Perpres tentang persusuan nasional. Oleh sebab itu, program minum susu gratis diyakini sebagai jawaban dari kebijakan yang revolusioner untuk kebangkitan persusuan nasional.

Banyak pihak menyangsikan keberhasilan dari kebijakan ini. Benar, jika kita melakukannya seperti biasa-biasa saja (business as usual), konsep Prabowo yang menyatakan untuk memenuhi kebutuhan program minum susu gratis diperlukan populasi 2,5 juta ekor sapi perah.

Dari mana kita memperoleh sapi sebanyak itu dalam waktu singkat? Apabila dilihat fakta lapangan, tidak mungkin kita mendapatkannya dari Australia, Brazil, maupun New Zealand, atau bahkan dari Amerika Serikat sekalipun.

Contoh yang dapat dijadikan teladan adalah keberhasilan China dalam membangun persusuannya dalam 20 tahun terakhir, sejak akhir abad 20. Penulis menyaksikannya sendiri penerapan konsep ‘embrio transfer (ET) dan sewa rahim sapi’ pada peternak rakyat di China.

Melalui pola kemitraan, industri peternakan sapi perah di China mampu menorehkan prestasi menjadi 10 besar penghasil susu di dunia. Artinya, dengan melakukan inovasi teknologi yang didukung dengan dana yang cukup, serta kebijakan yang kondusif akan mampu merealisasikan program-program spektakuler, seperti minum susu gratis.

Semua menyadari bahwa janji politik minum susu gratis akan memiliki dampak positif terhadap pembangunan SDM nasional. Dampak langsung yang dirasakan, selain akan meningkatkan konsumsi dan ketersediaan SSDN, juga akan mampu menyediakan daging merah hasil produksi ikutannya.

Atas dasar inilah program minum susu gratis bisa disebut juga sebagai gerakan ‘revolusi merah putih’. Selain menghasilkan susu sebagai emas putih, juga akan menyediakan daging sebagai emas merah bagi kebutuhan masyarakat yang selama ini ketersediaannya dipenuhi oleh impor. Semoga semua ini menjadi kenyataan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rochadi Tawaf
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper