Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim mengkhawatirkan kemunculan klaster-klaster baru penyebaran Covid-19 di sekolah.
Adapun, efektivitas kegiatan tatap muka pembelajaran di sekolah zona kuning juga dinilai tidak akan optimal mengingat siswa juga dilarang untuk melakukan kegiatan ekstrakurikuler, dan olahraga.
Padahal dalam kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan OSIS, dan olahraga yang sangat beragam inilah terbangun interaksi sosial antarsiswa.
Siswa ingin segera bersekolah, karena rindu dengan aktivitas kesiswaan yang sangat beragam di tiap-tiap sekolah.
Lalu interaksi siswa antarkelas juga dilarang, kantin ditutup, tak ada kumpul ramai-ramai bercengkrama di kantin, tak ada acara-acara siswa, selama masuk sekolah 4 jam siswa hanya berdiam di kelasnya.
“Kondisi-kondisi seperti ini yang membuat pembelajaran tak akan efektif. Interaksi antarsiswa sangat dibatasi, tak jauh beda dengan selama belajar dari rumah [PJJ]. Sementara, potensi sebaran Covid-19 di antara para siswa, guru dan warga sekolah lainnya tetap akan muncul,” kata Satriwan.
Ditambah lagi ketika siswa dan guru pulang-pergi ke sekolah naik kendaraan umum. Risiko tertular Virus Corona makin besar bila rumah mereka di zona merah atau oranye.
Artinya, sejak keluar dari rumah, naik kendaraan, sampai di sekolah, dan pulang kembali ke rumah, kesehatan dan nyawa siswa serta guru terancam.
Satriwan juga menyoroti perlindungan atas kesehatan dan keselamatan guru selama bekerja. Sebab, sebagaimana tercantum dalam UU tentang Guru dan Dosen No. 14/2005 tentang Peraturan Pemerintah tentang Guru dan Permendikbud No. 10/2017 tentang Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan. Pasalnya, dalam UU tersebut jelas mengatakan bahwa guru berhak mendapatkan perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja.
“Bagi kami tanggung jawabnya tetap ada di pemerintah pusat dan pemda. Kami menyesalkan SKB 4 menteri yang baru ini, yang berpotensi mengorbankan guru dan siswa. Apalag,i dengan melepaskan izin pembukaan sekolah ke pemda masing-masing,” tegasnya.