Dari sisi pemimpin, sang ketua umum pun sangat beragam latar belakangnya, termasuk dari sisi etnis dan asal daerah maupun latar belakang organisasi dan profesinya.
Agaknya, inilah yang relatif membedakan Golkar dengan PDI Perjuangan, PKB, Demokrat, Gerindra, dan Nasdem.
Hanya saja tidak dapat dipungkiri pragmatisme politik pasca era kepemimpinan Akbar Tandjung (1998-2004) kian mengental di tubuh partai pemenang pemilu 2004 itu.
Hal itu diakui oleh pengamat politik Akhmad Danial dari UIN Syarief Hidayatullah. Dia mengatakan di awal era reformasi kader Partai Golkar terlihat militan untuk membela ideologi partai.
Padahal, susana politik saat itu tidak menguntungkan karena Golkar sering dihujat sebagai biang praktik korupsi, kolusi dan kronisme (KKN) setelah lengsernya Presiden Soeharto.
“Latar belakang ketua umum Golkar dari kalangan aktivis berakhir setelah era Akbar Tandjung. Setelah itu Golkar dikuasai para pengusaha sehingga cenderung memunculkan pragmatisme politik,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (6/11/2019).