Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Kesehatan mencatat persentase balita yang mengalami stunting atau kekerdilan pada 2018 menurun menjadi 30,8%.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, persentase balita yang mengalami stunting sebanyak 37,2% dan pada 2018 (Riskesdas 2018) menurun sebanyak 6,4% menjadi 30,8%.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menilai angka balita stunting masih perlu ditekan. Meski mengalami penurunan, angka tersebut belum memenuhi rekomendasi dari World Health Organization (WHO).
"Ini masih tiga anak di antara 10 menderita stunting. WHO meminta dua anak di antara 10 anak yang diperkenankan stunting. Saya kira kalau bisa di bawah itu lagi," ujar Nila pada jumpa pers awal tahun di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Menurutnya, kondisi stunting ini cukup merugikan. Penderita stunting tak hanya mengalami kekerdilan pada tubuhnya saja, namun kepandaiannya juga tidak sama dengan anak normal.
Di sisi lain, penderita stunting di usia dewasa juga akan terkolerasi dengan penyakit tidak menular, seperti jantung dan obesitas.
Baca Juga
Dia pun berharap ke depan tidak ada lagi anak kekurangan gizi dan ibu hamil mampu menjaga kehamilannya sehingga anak yang dilahirkan sehat dan berkualitas.
Dia menuturkan jangka waktu 1.000 hari, yakni mulai dari kehamilan hingga balita usia 2 tahun merupakan tahun krusial untuk mencegah stunting.
"Ini pekerjaan yang harus kita turunkan. Kami inginkan anak-anak lahir cerdas dan dapat memajukan bangsa," katanya.