Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) dinilai harus mempertimbangkan bernegosiasi secara langsung dengan Taliban terkait penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan. Jika tidak, AS harus siap menghadapi perang berdarah selama bertahun-tahun yang akan datang.
“Penolakan AS untuk berbicara dengan gerakan garis keras Islam yang menguasai 40% wilayah Afghanistan adalah alasan mengapa kita berada di jalan buntu,” ujar utusan khusus Presiden Rusia Vladimir Putin untuk Afghanistan, Zamir Kabulov.
“Tanpa kontak semacam itu, perang dan pertumpahan darah akan berlarut-larut selama bertahun-tahun,” tambah Kabulov, seperti dikutip Bloomberg.
Pada Februari, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani yang didukung AS menawarkan pembicaraan kepada pihak Taliban, namun kelompok pemberontak ini menanggapinya dengan meningkatkan serangan.
Pada Jumat (18/5/2018), pihak Taliban menawarkan pengampunan pada anggota militer dan pasukan keamanan Afganistan jika mereka keluar dari "barisan musuh".
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump, yang menuding Rusia mempersenjatai Taliban, telah mengerahkan lebih banyak pasukan ke Afghanistan serta melancarkan serangkaian serangan udara mendukung Afghanistan.
Ketegangan seputar Afghanistan mengemuka ketika hubungan Rusia dengan pemerintahan Trump terus memburuk seiring meningkatnya sanksi Amerika atas dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden 2016. Baik AS dan Rusia juga berselisih terkait Suriah saat Rusia berupaya memulihkan pengaruhnya di Timur Tengah.
Sementara itu, kepada Kabulov, perwakilan Taliban mengatakan bahwa mereka tidak akan bertemu dengan apa yang mereka anggap sebagai sebuah pemerintahan 'boneka', tanpa terlebih dahulu mengadakan negosiasi dengan Amerika, yang mereka anggap sebagai 'penjajah'.
Seorang pejabat tinggi Departemen Luar Negeri pada Maret mengatakan pembicaraan dengan Taliban seharusnya tidak melibatkan AS.
“Kami tentu tidak dapat menggantikan pemerintah Afghanistan dan rakyat Afghanistan,” kata Alice Wells, wakil asisten untuk urusan Asia Selatan dan Tengah.
Jenderal John Nicholson, yang memimpin 14.000 pasukan AS dan 6.500 pasukan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara di Afghanistan, pada bulan yang sama mendesak Taliban untuk menerima tawaran Presiden Ghani atau konsekuensinya, menghadapi tindak militer yang lebih hebat.
“Anda melihat kemampuan yang tumbuh nyata. Kemampuan ini hanya akan semakin besar. Jadi mungkin inilah waktu terbaik bagi mereka untuk bernegosiasi [dengan Afghanistan] karena keadaannya hanya akan menjadi lebih buruk bagi mereka,” ujar Nicholson.