Kabar24.com, JAKARTA- Koalisi masyarakat sipil mendorong Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto menjadi partai yang bersih dari praktik korupsi.
Almas Sjafrina, penelit bidang korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan keinginan Airlangga Hartarto untuk mendorong Golkar menjadi partai yang bersih sangat relevan dengan persolan kasus-kasus korupsi yang membelit kader Partai Golkar dalam beberapa tahun belakangan, khususnya di bawah kepemimpinan Setya Novanto.
Dalam Catatan ICW yang disusun pada 2017, selama 18 bulan Setya Novanto menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, sedikitnya terdapat 16 orang kader Partai Golkar di berbagai level jabatan terjerat kasus-kasus korupsi.
Puncak dari persoalan tersebut tentu dijeratnya Setya Novanto oleh Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus KTP elektronik yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 Triliun.
“Oleh karena itu, tema Golkar Bersih yang diusung nahkoda baru Partai Golkar menjadi sangat relevan untuk menjawab persoalan utama partai Golkar saat ini. Terlebih lagi mendekati tahun pemilu 2018-2019, pembenahan ini menjadi sangat penting untuk diinternalisasi,” katanya, Rabu (20/12/2017).
Dia melanjutkan, sekalipun narasi baru sudah dimunculkan, aksi konkret untuk pembenahan Partai Golkar-lah yang paling dinanti masyarakat.
Baca Juga
Pembenahan yang sedang dibahas di Munaslub Golkar 19-21 Desember 2017, lanjutnya, seharusnya tidak hanya menyasar pergantian ketua umum dan kepengurusan internal partai Golkar saja namun harus membahas pula perihal pergantian Ketua DPR.
“Salah satu isu sentral yang berkaitan dengan kebijakan Partai Golkar setelah Setya Novanto mundur adalah siapa kader Golkar yang akan menjadi Ketua DPR. Pilihan ini maha penting dan menentukan citra Golkar dan DPR secara kelembagaan.
Sulit dibantah, citra DPR secara kelembagaan ikut terkena dampak Ketua DPR yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi. DPR menjadi bulan-bulanan dan sindiran masyarakat karena dipimpin oleh seorang tersangka kasus korupsi,” tuturnya.
Lia Toriana dari Transparansi Internasional Indonesia (TII) mengungkapkan bahwa pergantian jabatan Ketua DPR yang tepat tidak hanya akan memberi kesan positif bagi Golkar, akan tetapi juga kepada DPR.
Saat ini, lanjutnya, Golkar harus memastikan Ketua DPR baru dengan syarat bersih dari persoalan korupsi, tidak anti terhadap KPK dan pemberantasan korupsi secara umum, serta memiliki konsep mendorong DPR yang lebih bersih dan berintegritas
Hal lain yang harus dibahas dalam internal Golkar yakni menarik keikutsertaan partai tersebut dari Pansus Angket karena selama ini Golkar merupakan salah satu motor berjalannya Pansus Angket dan keberadaan pansus ini sangat berkaitan dengan kasus korupsi KTP Elektronik yang sedang ditangani KPK.
Karena itu, menurutnya, tidak salah apabila publik mengaitkan keberadaan pansus ini ditujukan untuk menyerang KPK yang sedang menangani kasus KTP elektronik. Sejumlah survei pun merilis pandangan negatif masyarakat terhadap keberadaan dan kerja pansus karena diyakini bukan untuk memperkuat KPK.
“Oleh karena itu, Golkar Bersih harus menarik diri dan partai mereka dari Pansus Angket terhadap KPK untuk menunjukkan komitmen mereka pada upaya pemberantasan korupsi dan mengkonkretkan tagline Golkar Bersih,” pungkasnya.