Bisnis.com, JAKARTA - Tim kurator mempersilakan kreditur separatis untuk mengeksekusi aset milik PT Super Makmur dalam proses kepailitan.
Salah satu kurator PT Super Makmur Abdillah mengatakan debitur telah dinyatakan berada dalam insolvensi dan kreditur pemegang hak jaminan kebendaan atau separatis bisa mengeksekusi sendiri. Sesuai Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan, batas waktu proses eksekusi tidak lebih dari 60 hari sejak insolvensi ditetapkan.
"Kami mengimbau kreditur separatis untuk menentukan sikap secepatnya, apakah mau melelang aset jaminannya sendiri atau diserahkan kepada kurator," kata Abdillah, Kamis (8/9/2016).
Berdasarkan Pasal 178 UU Kepailitan, harta pailit berada dalam keadaan insolvensi jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian. Debitur memang tidak menawarkan rencana perdamaian setelah dinyatakan pailit.
Dia memperkirakan aset debitur harus segera dieksekusi karena sebagian besar akan mengalami penurunan nilai. Selama ini, pihaknya telah mengamankan aset berupa tanah, bangunan, dan mesin-mesin produksi atas informasi dari dokumen debitur.
Debitur telah berstatus insolvensi sejak 7 September 2016, sehingga aset jaminan yang gagal dilelang harus diserahkan kepada tim kurator pada 7 November 2016. Kurator akan menunggu kreditur separatis menyampaikan sikapnya setelah berkonsultasi dengan prinsipal masing-masing.
Total tagihan debitur mencapai Rp790,81 miliar yang berasal dari klaim 30 kreditur. Hasil verifikasi dalam proses kepailitan menunjukkan tidak ada selisih tagihan dibandingkan dengan saat proses restrukturisasi utang.
Dirinya mengaku pesimis boedel pailit bisa menyelesaikan seluruh tagihan. Nilai hasil penaksiran yang dilakukan beberapa kreditur separatis atas jaminan hanya sebesar Rp101 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar yang mencapai Rp150 miliar.
Bahkan, lanjutnya, beberapa calon pembeli menilai angka tersebut masih terlalu tinggi. Ada yang justru menawar hanya Rp50 miliar untuk tanah, bangunan, dan mesin produksi.
Kendati masih ada mesin-mesin lain maupun inventaris kantor yang tidak menjadi jaminan bank dan bisa dieksekusi tim kurator, menurutnya tetap tidak bernilai signifikan. Tanah, bangunan, dan mesin menjadi hak jaminan antara PT Bank Danamon Tbk., PT Bank Maybank Indonesia Tbk., dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Dia berpendapat calon pembeli idealnya harus bergerak di industri yang sama dengan debitur yakni plastik. Hal tersebut berkaitan dengan mesin-mesin yang harus dibeli.
Menurutnya, jika pembeli hanya ingin memiliki tanah dan bangunan berisiko menimbulkan biaya pemindahan mesin yang akan dibebankan kepada pemenang lelang. Adapun, biaya pemindahan untuk setiap mesin mencapai Rp1 miliar.
"Ini menjadi concern kreditur separatis dalam mencari pembeli yang sesuai, karena nyatanya tidak mudah," ujarnya.
Sementara itu, tim kurator tidak bisa memastikan hasil lelang memenuhi hak mantan karyawan berupa gaji dan pesangon. Tagihan eks karyawan yang mencapai Rp7 miliar terbagi dalam sifat preferen dan konkuren.
Dia menjelaskan gaji karyawan yang belum terbayarkan hingga putusan kepailitan masuk kategori preferen, sedangkan hak pesangon yang muncul setelah kepailitan tergolong tagihan konkuren.
Debitur dinyatakan berstatus pailit sejak 27 Juni 2016 setelah gagal meyakinkan mayoritas krediturnya untuk menyetujui proposal perdamaian. Seluruh kreditur separatis menyatakan tidak mendukung proposal tersebut.