Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perdagangan Satwa Liar Sebabkan Indonesia Rugi Rp9 Triliun

Indonesia pada 2015 mengalami kerugian sekitar Rp 9 triliun dari praktik perdagangan satwa liar dilindungi dan lemahnya penegakan hukum terhadap para pelakunya.
Anak harimau/sikerado.hu
Anak harimau/sikerado.hu

Kabar24.com, JAKARTA - Indonesia pada 2015 mengalami kerugian sekitar Rp 9 triliun dari praktik perdagangan satwa liar dilindungi dan lemahnya penegakan hukum terhadap para pelakunya.

Juru Kampanye Protection of Forest & Fauna (Profauna) Indonesia Dwi Derma mengatakan, kerugian yang ditanggung Indonesia merupakan bagian dari kerugian global perdagangan satwa liar di seluruh dunia yang mencapai antara US$ 15 miliar -US$ 20 miliar.

Oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan International Police (Interpol), nilai dan dampak bahaya perdagangan satwa liar setara dengan perdagangan narkotika, perdagangan senjata api ilegal, dan perdagangan manusia (human trafficking).

“Karena itu, sejak 1994 kami terus mengkampanyekan antiperdagangan satwa liar yang jelas-jelas sudah merugikan negara kita,” kata Dwi Derma saat memimpin aksi ekstrem Profauna di depan Alun-Alun Kota Malang, Sabtu, 4 Juni 2016. Aktivis Profauna melakukan aksi ekstrem dengan cara bergelantungan di jembatan penyeberangan.

Tahun ini jumlah kerugian akibat perdagangan satwa liar diperkirakan lebih besar lagi  Sebagai gambaran, sepanjang Maret sampai Mei 2016, Bea Cukai Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta berhasil menggagalkan sedikitnya enam kali upaya penyelundupan dari dan ke luar Indonesia, dengan nilai  Rp 21 miliar.

Menurut Dwi Derma, penegakan hukum pelaku perdagangan satwa liar masih lemah.
Profauna mencatat, hanya ada sembilan vonis yang dijatuhkan kepada pelaku perdagangan satwa liar sejak Januari 2015 sampai Mei tahun ini. Padahal sedikitnya ada 120 kasus perdagangan satwa liar yang terungkap dan ditangani penegak hukum, tapi tak sampai 10 persen kasus yang diproses sampai vonis pengadilan.

Bukan hanya dari segi kuantitas, dari segi kualitas pun hukuman yang dijatuhkan hakim mengecewakan. Dari sembilan vonis, hukuman tertinggi hanya 2,5 tahun penjara dan denda Rp 80 juta. Hukuman ini dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru kepada dua anggota sindikat perdagangan orangutan sumatera (Pongo abelii) pada 22 Maret lalu.

Itu termasuk hukuman terberat yang pernah dijatuhkan pada terdakwa perdagangan satwa liar Namun masih rendah dari hukuman yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya alias UU Konservasi dengan hukuman 5 tahun penjara.

“Hukuman denda juga tak pernah dijatuhkan dengan nilai maksimal Rp 100 juta. Padahal omzet yang diperoleh para pedagang satwa liar bisa mencapai ratusan juta rupiah dalam satu kali transaksi,” ujar Derma.

Untuk itu, dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Sedunia 2016, Profauna mendesak pemerintah memperkuat penegakan hukum terkait praktek perdagangan liar dan kejahatan lain terhadap satwa liar dengan cara merevisi UU Konservasi.

Profauna memandang perlu adanya peningkatan kapasitas di jajaran penegak hukum, terutama jaksa dan hakim. "Ini  agar mereka kian memahami bahwa perdagangan satwa liar dan kejahatan sejenisnya merupakan isu global serius sehingga para pelakunya patut dihukum seberat-beratnya," ucap Derma.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.co

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper