Kabar24.com, KUPANG -- Penyelesaian konflik di tubuh Partai Golkar mendapat tanggap positif pengamat. Bahkan, elit parpol berlambang beringin itu pun diacungi jempol karena telah menunjukkan model penyelesaian konflik yang patut dicontoh parpol lain.
Demikian dikatakan pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang.
"Kiranya sikap ini harus diapresiasi dan menjadi pembelajaran yang baik buat bangsa dan negara. Begitu juga model penyelesaian konflik, dapat menjadi contoh untuk partai lain yang mengalami kondisi yang sama seperti PPP," kata Ahmad Atang , Selasa (3/11/2015) menanggapi penyelesaian konflik Partai Golkar.
Dia mengatakan para elite partai Golkar yang berseteru telah menunjukan kepiawaian dan kedewasaan dalam menyelesaikan konflik secara elegan, santun dan bermartabat.
"Apa yang selama ini diwacanakan bahwa kedua kubu akan menerima apapun putusan MA dan masing-masing pihak akan patuh dan mengakui siapa yang sah. Kenyataan ini telah dibuktikan oleh kubu Agung Laksono tanpa harus melakukan peninjauan kembali walaupun jalan ke arah itu masih terbuka," katanya.
Menurut Ahmad, pertemuan 1 November 2015 di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat menjadi saksi kerendahan hati masing-masing kubu untuk duduk bersama dan bertekad membesarkan Golkar dengan melepaskan ego politik.
Sikap kedua kubu yang berseteru selama ini harus diapresiasi dan menjadi pembelajaran politik yang baik buat bangsa dan negara, ujarnya.
Hanya saja, ia menyebutkan ihwal kesulitan yang mungkin muncul pada pembagian kekuasaan di pengurus tingkat pusat sampai daerah, karena masing-masing kubu memiliki kepengurusan.
Karena itu, Ahmad menyarankan agar ada format yang disepakati, apakah kubu yang menang berhak memimpin atau ada pembagian jatah.
"Saya mencurigai melemahnya kubu Agung tidak asal terima tetapi ada deal-deal tertentu," katanya.
Hal yang nampak di permukaan, di mana Golkar harus menjadi bagian dari pemerintahan. Ini sama dengan langkah politik Agung cs selama ini yang telah menyatakan sikap mendukung pemerintahan Jokowi-JK.
Ini berarti ada syarat-syarat yang harus disepakati oleh Aburizal Bakrie, katanya.
"Teori dramaturgi menjelaskan apa yang tampak di panggung depan akan lain dengan apa yang ada di panggung belakang," katanya.
Ahmad menduga ada proses tawar menawar di belakang layar antardua kubu yang tidak bisa terbaca oleh publik.