Kabar24.com, JAKARTA - Seberapa tinggi potensi dan kejadian konflik antara gajah dan manusia di Indonesia untuk kawasan Asia? Paling tinggi, sebagaimana dinyatakan ahli species gajah dan harimau WWF-Indonesia, Sunarto.
"Ancaman konflik di Indonesia tinggi dibanding negara Asia lain. Bisa karena manusia tidak toleran atau habitat alami gajah turun drastis," kata Sunarto, di Pekanbaru, Selasa. Gajah masih menjadi hama dan ancaman bagi banyak masyarakat di Indonesia.
Berdasarkan data yang berhasil ia himpun, populasi gajah di Kamboja mencapai sekitar 425 individu, China (285 individu), Indonesia (2.000 individu), Laos (700 individu), Malaysia (3.885 individu), Myanmar (2.619 individu), Thailand (1.000 individu), Vietnam (97 individu), dan India (8.000 individu).
Dari angka individu itu, konflik antara gajah dan manusia di Indonesia mencapai 1,2 persen, di Thailand 0,4 persen, dan Vietnam 0,2 persen. Sedangkan di Sri Langka, minim konflik karena toleransi manusia yang tinggi terhadap satwa yang terancam punah ini.
"Bahkan masyarakat di Sri Lanka percaya jika belalainya bergerak menyentuh hingga tanah di rumah mereka jadi berkah bagi keluarga," ujar dia.
Menurut Sunarto, gajah makluk sosial, sehingga jika terpisah dari kelompoknya, mereka akan tersiksa. Gajah sumatera bukan species gajah dengan ukuran tubuh paling besar, namun diketahui memiliki kecerdasan di atas "sepupunya", gajah afrika (Loxodonta adaurora [sudah punah], Loxodonta africana, dan Loxodonta cyclotis).
Karena itu, lanjutnya, indikasi keteramcaman gajah semakin besar kerena keterbatasan habitat. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranensis) saat ini terfragmentasi di sembilan kantong saja, sehingga populasi tersekat.
Kordinator Flying Squad Tesso Nilo WWF-Indonesia Ruswanto mengatakan perambahan menjadi persoalan pelik di Taman Nasional Tesso Nilo. Gajah semakin sempit ruang geraknya karena itu masuk hingga ke perkampungan.
Secara rerata, berat badan gajah dewasa diketahui 2,5-empat ton dan tiap hari dia memerlukan pakan sekitar 10-20 persen berat badannya.
Dalam satu bulan, menurut dia, tim Flying Squad Tesso Nilo dapat mengusir tiga hingga empat kali gajah liar. Bisa 30 hingga 40 gajah sumatera yang berhasil diusir jika mereka memang dalam satu kelompok.
"Gajah liar yang soliter yang paling sulit dihalau. Mereka biasanya mengacak-acak jalur," ujar dia. Gajah soliter biasanya gajah jantan senior bekas pemimpin kelompoknya, yang bisa di-"kudeta" gajah jantan lebih junior.
Menurut Ruswanto, ada dua desa di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo yang sering didatangi gajah liar yakni Desa Lubuk Kembang Bungo dan Air Itam. Dan yang paling sering didatangi yakni Desa Lubuk Kembang Bungo karena paling dekat dengan taman nasional.
"Dua malam lalu gajah liar soliter masuk ke Lubuk Kembang Bungo. Sempat makan karet warga, mereka juga senang makan umbut sawit," ujar dia.