Bisnis.com, SANAA - Inggris dan Prancis diketahui menyusul Amerika Serikat menutup kedutaan besar mereka di Yaman karena kekhawatiran menyangkut keamanan di saat pengambilalihan kendali negara itu oleh kelompok milisi Muslim Syiah yang berpotensi mengarah pada perang saudara.
Puluhan ribu demonstran turun ke jalan-jalan di pusat kota Taiz, Rabu (11/2/2015), sedangkan ratusan ribu lainnya di ibu kota Sanaa.
Unjuk rasa itu merupakan yang terbesar digelar untuk menentang gerakan Houthi, yang menyerbu Sanaa pada September dan secara resmi mengambil alih kekuasaan pada pekan lalu.
Amerika Serikat menghentikan kegiatan di kedutaan besar dan menarik staf diplomatiknya pada Selasa (10/2/2015).
"Aksi-aksi sepihak yang dilakukan baru-baru ini telah menganggu proses peralihan politik di Yaman, menimbulkan risiko bahwa kekerasan akan mengancam rakyat Yaman dan masyarakat diplomtik di Sanaa," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki.
Prancis dan Inggris mengikuti langkah itu pada Rabu, sementara staf kedutaan besar Jerman mengatakan kedutaan juga menghentikan kegiatan terkait dokumen-dokumen sensitif dan segera ditutup.
Gerakan Houthi menyebut gerakannya itu sebagai sebuah "revolusi" dan mengatakan pihaknya maju dari benteng-bentengnya di Yaman utara untuk mendepak korupsi dan kesulitan ekonomi dari negara tersebut.
Slogan mereka adalah "Matilah Amerika" dan pemimpin mereka Abdel Malik al-Houthi menyebut-nyebut bahwa Barat mencampuri urusan Yaman.
Namun, Houthi menunjukkan suara berdamai ketika menyampaikan pidato melalui televisi, Selasa, di saat dialog terus berlangsung di antara pihak-pihak di Yaman, yang sebagian besar menentang keputusan Houthi untuk membubarkan parlemen.
Lawan-lawan kelompok yang didukung Iran itu, termasuk tetangga-tetangga Yaman di Teluk yang kaya, mengutuk pengambilalihan kekuasaan itu dan menyebutnya sebagai kudeta.
Situasi Kian Gawat, Inggris & Prancis Susul AS Tutup Kantor Kedubes di Yaman
Amerika Serikat, Inggris dan Prancis menutup kedutaan besar mereka di Yaman karena kekhawatiran menyangkut keamanan di saat pengambilalihan kendali negara itu oleh kelompok milisi Muslim Syiah berpotensi mengarah pada perang saudara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
3 jam yang lalu
Respons BI soal Pabrik Uang Palsu di UIN Makassar
4 jam yang lalu
Sritex (SRIL) Rumahkan 3.000 Buruh Imbas Pailit!
6 jam yang lalu