BANDUNG: Kabar ekonomi yang dimuat harian pagi di Jawa Barat a.l Pikiran Rakyat yang mengangkat nasib perajin rotan Cirebon yang kondisinya 'mati suri' dan program penyelamatan sapi betina produktif yang dinilai tidak efektif. Selain itu, Seputar Indonesia Jabar soal Bandung sebagai trademark fashion. Berikut rangkumannya:Rotan Cirebon: Seorang tokoh mebeler rotan, H. Solikhin Aksen menegaskan, tidak perlu resah dengan kompetiter China seandainya segera stop bahan baku, mereka belum terlalu jauh melangkah, tetapi, kalau tiga tahun ke depan kran ekspor tetap dibuka tentunya para pebisnis rotan akan mati total, kalau sekarang baru mati suri.Pada bulan lalu ketika sembilan perusahaan berpameran di China, pengunjungnya luar biasa. Bahkan, seluruh produk yang dipamerkan diborong oleh hanya satu orang saja yang ternyata untuk dijual kembali. "Pasar China sebetulnya bagus karena apartemen dan perumahan maju pesat, orang kaya baru terus bermunculan, dan rotan masih punya pamor di sana. Tapi sayang importir China untuk forniture belum ada. Jadi di sini harus dipikirkan bagaimana penetrasi pasarnya," katanya, Minggu (6/11).Diceritakan, banyak perusahaan orang asing yang punya kantor di China, mereka punya net work besar dan sudah punya kepercayaan dari buyer-buyer Amerika dan negara-negara yang belum beli rotan dari Indonesia, misalnya beberapa negara di Afrika. Itu bisa dijadikan partner. Sholikhin sudah membuktikannya."Jadi seharusnya kita stop bahan baku, kita jadikan pasar dalam negeri China sebagai pasar bagi kita, sekaligus menjadi pintu gerbang ke negara-negara yang kita susah atau belum kita masuki. Bukan kita jadikan raksasa yang menjadi musuh kita dan menghisap darah kita dan menjadikan dia semakin besar," kata H. Solikhin.Dikatakan, penutupan kran ekspor bahan baku rotan merupakan langkah kebijakan yang cerdas, strategis, visioner dan sekaligus. Mengangkat harkat dan harga diri bangsa. "Cerdas dalam pengertian kebijakan itu sangat paralel dengan menganut nilai tambah, menumbuhkan kreativitas anak bangsa," kata H. Solikhin.Menurut dia, strategis karena Indonesia yang memiliki bahan baku rotan 80% seharusnya kitalah yang memainkan peran ke depan. Visioner dalam arti ke depan akan menjadi pemain tunggal dunia sekaligus menumbuhkan ekonomi dan kreativitas rakyatnya.Disebutkan Indonesia sudah 66 tahun merdeka, telah mampu untuk mengolah hasil alamnya yang kaya raya, berkemampuan untuk meningkatkan teknologi guna mendapatkan nilai tambah dan sekaligus menjadi pemain yang sejajar dengan bangsa-bangsa yang dulu menjajah, bahkan bisa mengendalikan mereka dalam perbisnisan mebel rotan dan bukan menjadi bangsa yang hanya mengeksplorasi alam dan hanya menjadi budak dari bangsa lain.Terkait keresahan para pelaku bahan baku di beberapa daerah, Solikhin menyatakan, perlu disikapi dengan wajar. Seperti anak kecil yang biasa menangis ketika disusui ibunya sekarang harus berganti makan makanan dengan memakan bubur atau pisang."Jadi sebetulnya sang ibu bukan membuat si anak jadi sengsara tetapi perubahan ini agar anak menjadi kuat dan dewasa. Untuk itu, sang ibu harus mempersiapkan perlengkapan yang berbeda agar bisa mandiri. Artinya kebijakan sang ibu (baca pemerintah) harus adil dan pencapaiannya bertahap," katanya.Teriakan dari daerah penghasil rotan, lanjut dia, harus dilihat secara nyata dan dicarikan jalan keluarnya, karena, banyak yang sudah dipelintir-pelintir oleh para bosnya. Keluarga dirinya juga sebagai pemungut dan pengepul rotan sejak tahun 1920 hingga sekarang, masih bertebaran di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan, kakek dari istri H. Solikhin meninggal dunia dan dikubur di dekat hutan Sumatra.Sementara itu, Ketua Masyarakat Perajin Rotan Seluruh Indonesia (MPRSI), Badrudin menyatakan, akan terus berjuang dengan berbagai cara, agar usaha rotan bisa bangkit seperti sebelumnya saat bahan baku tidak diekspor bebas."Terakhir kami sudah ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi. Bahkan, menteri terkait yang baru dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sudah berdialog dengan kami saat mereka datang ke Cirebon, tinggal menunggu hasilnya," kata Badrudin. (PIkiran Rakyat)Betina Produktif: Program pemerintah dalam menyelamatkan betina produktif dinilai tidak akan berjalan efektif. Padahal keberadaan betina produktif diperlukan untuk tetap menjaga keberlangsungan produksi ternak dalam jangka panjang.“Program penyelamatan pemerintah dilakukan di hilir dengan mendatangi peternak di pedesaan, itu tidak akan efektif. Seharusnya penyelamatan dilakukan di hulu, yaitu di rumah pemotongan hewan (RPH),” kata Sekjen Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Robi Agustiar, Jumat (4/11).Seperti diberitakan sebelumnya, tahun ini pemerintah pusat melalui kementerian pertanian menganggarkan Rp 700 miliar untuk penyelamatan sapi-sapi betina yang produktif. Insentif sebesar Rp500 ribu per ekor diberikan kepada peternak untuk biaya perawatan sapi betina produktif.Berdasarkan uji petik yang dilakukan ISPI awal tahun lalu, diperkirakan sekitar 95% ternak yang dipotong di RPH adalah betina produktif. Uji petik tersebut dilakukan di empat RPH di Jawa Barat, terdiri dari dua RPH pemerintah dan dua RPH swasta. Meski terjadi penurunan persentase dalam beberapa waktu terakhir, angka penyembelihan betina produktif masih terbilang tinggi. “Saat ini mungkin sudah turun jadi sekitar 60%,” ujar Robi. (Pikiran Rakyat)Dampak Banjir Thailand: Kalangan pengusaha Jawa Barat mencemaskan banjir Thailand yang terus berlanjut. Mereka khawatir bencana tersebut semakin memperburuk produksi industri automotif dan elektronik dalam negeri.Diketahui,sejumlah industri di Jabar masih mengandalkan impor bahan baku dari Thailand, misalnya komponen mobil dan motor serta bahan baku alat elektronik. “Kita masih mengandalkan impor bahan baku dari Thailand, karena basis beberapa industri automotif dan elektronik ada di sana,”ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Deddy Wijaya. Menurut dia,pasokan beberapa bahan baku dalam negeri sudah pada taraf mengkhawatirkan.Bahkan, sejumlah bahan baku yang dibutuhkan industri di Jabar sudah tidak lagi dikirim sejak banjir melanda Thailand.Kondisi tersebut membuat industri mengurangi volume produksi beberapa bulan ke depan. “Bila kondisi ini terus berkepanjangan, produksi industri dalam negeri yang mengandalkan bahan baku dari Thailand jelas akan terus menurun, ”katanya. Namun, dia memastikan dampak tersendatnya suplai bahan baku diperkirakan baru terasa akhir November atau awal Desember 2011.Bila hal itu tak kunjung ditangani, dia memprediksi akan terjadi penurunan produksi sampai 20%.Karena itu,dia berharap banjir yang melanda Thailand segera berakhir. Setidaknya pasokan bahan baku dalam negeri kembali normal.“Ini pelajaran bagi kita agar tidak tergantung impor bahan baku dari negara lain,”ucapnya.Sementara itu, General Manager Sales,Marketing,and Logistic PT Daya Adicipta Mustika (DAM) Armand G Ismanto mengatakan, sejauh ini banjir Thailand belum terasa dampaknya, sebab dealer motor Honda untuk Jabar ini memiliki buffer stock produksi yang mencukupi permintaan konsumen.Namun, bila musibah yang melanda Negeri Gajah Putih itu terus berlanjut,tidak tertutup kemungkinan pemenuhan kebutuhan terhambat. “Kami berharap situasi ini kembali normal,”katanya. (Seputar Indonesia Jabar)Bandung Trademark Fashion: Daya kreatif warga Bandung diklaim paling dinamis dan sanggup melahirkan gagasan serta tren baru di berbagai ranah.Tak salah, berbagai industri kreatif tumbuh sumbur di Ibu Kota Provinsi Jawa Barat ini.Magnet terbesar yang kini pertumbuhannya kian melesat adalah industri fashion dan kuliner. Seperti juga yang terjadi di Trademark Event 2011 mulai dari Kamis hingga kemarin di Mal Paris Van Java, Sukajadi. Tak kurang dari 50.000 konsumen fashion menyerbu area tersebut. Sementara dominasi tenant yang dijajal ditempati oleh produk fesyen kreatif besutan anak muda Bandung.“Bandung kami pilih sebagai pusat Trademark karena penilaian publik yang kuat sebagai gudangnya industri kreatif, khususnya bidang fesyen dan kuliner. Di sinilah kami ingin mempertemukan antara konsumen dan desainer,termasuk owner dari produk lokal,” ujar Promotion Trademark Gilang Panji kepada SINDO, kemarin. Menurut Gilang, fenomena butik wanita di Bandung sangat mencuat di gelaran Trademark.Sebagian besar tenant diwarnai oleh booming tren urban streetwear yang dirancang dan dipromosikan oleh mereka sendiri. Uniknya, pergerakan mereka justru menjadi trendsetter di dalam pergulatan mode Tanah Air. “Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pelaku industri kreatif yang tergabung di Trademark kebanyakan kaum hawa. Dan lebih amazing lagi, peminatnya pun memang membeludak, apalagi sekarang juga tengah melesat tren hijabers fashion,”papar Gilang.Di area Trademark Event 2011 dihelatkan pula kegiatan workshop yang dihadiri oleh komunitas pelaku bisnis fashion dan kuliner di Kota Bandung.My Oyeah misalnya,sebuah wahana yangmengajakpengusahamuda berkumpul sambil berbagi trik dan pengalaman soal tren berbisnis ala anak muda Bandung. Monny Zakiya, pemilik butik Monny Polly, berpendapat, sebagai pebisnis baru dia sadar akan sulitnya menjalani usaha hingga ke taraf settle.Selain harus pintar berinovasi,Monny juga harus mampu merebut pasar hingga produknya bisa dikenal luas.“Pertama kali saya membuka butik cewek yang menjadi modal pertama adalah aspek fools dan friend. Artinya, saya sangat mengandalkan ketidaktahuan pasar soal produk saya,sehingga saya bisa mengenalkannya sebagai tren baru. Inilah peluang terbaik yang bisa diambil. Sedangkan friend tak lain adalah pemanfaatan jaringan pertemanan untuk memperluas promosi,” ungkap Monny.Dandi, pemilik Resto Kuma Ramen,bercerita,sejauh ini usaha yang dijalaninya memang tengah menjadi kuliner favorit kawula muda Bandung.Namun, dia juga tak gampang puas dengan pencapaian itu. Setiap saat dia juga wajib memutar akal dan menemukan inovasi terbaru guna memelihara ketertarikan dari customer-nya.“Kalau sekarang lagi digemari, belum tentu kondisi itu bisa sama di kemudian hari kaena adakalanya juga terjadi pasang surut. Namun, satu hal yang harus dipegang adalah konsistensi. Kalau peminat turun, jangan sampai semangat berdagang kita juga ikut turun,” kata Dandi. (Seputar Indonesia Jabar)
Perajin rotan Cirebon "Mati Suri"
BANDUNG: Kabar ekonomi yang dimuat harian pagi di Jawa Barat a.l Pikiran Rakyat yang mengangkat nasib perajin rotan Cirebon yang kondisinya 'mati suri' dan program penyelamatan sapi betina produktif yang dinilai tidak efektif. Selain itu, Seputar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Muhamad Yamin
Editor : Lingga Sukatma Wiangga
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
34 menit yang lalu
Forum BUMN Riau Dorong Sport Tourism Lewat Fun Golf Perdana
1 jam yang lalu