Bisnis.com, JAKARTA - Presiden AS, Donald Trump, dikabarkan semakin nekat mengancam Rusia. Bahkan, dia sudah "mengirim" kapal selam nuklir ke negara tersebut.
"Kapal selam nuklir AS telah diposisikan ulang lebih dekat ke Rusia," kata Presiden AS Donald Trump dalam wawancara dengan Newsmax pada 2 Agustus setelah perdebatan sengit dengan mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev.
Menurut laporan Kyiv Independent, langkah ini diambil di tengah meningkatnya retorika antara kedua negara berkekuatan nuklir tersebut.
Retorika ini yang dipicu oleh ultimatum Trump kepada Rusia untuk menghentikan invasi skala penuh ke Ukraina pada 8 Agustus atau menghadapi tarif baru yang berat.
Medvedev menanggapi pada 28 Juli dengan memperingatkan bahwa kampanye tekanan Trump merupakan langkah menuju perang "bukan antara Rusia dan Ukraina, tetapi dengan negaranya sendiri."
Pada 1 Agustus 2025, Trump kemudian mengatakan bahwa ia telah memerintahkan dua kapal selam nuklir untuk dikerahkan ke "wilayah yang sesuai."
Baca Juga
"Kami selalu ingin siap, jadi saya telah mengirimkan dua kapal selam nuklir ke kawasan ini," ujar Trump kepada Newsmax .
"Saya hanya ingin memastikan bahwa kata-katanya (Medvedev) hanyalah kata-kata dan tidak lebih dari itu," ia menambahkan.
Dikenal karena retorikanya yang agresif, Medvedev telah berulang kali mengancam eskalasi nuklir dan menggemakan propaganda Kremlin yang menggambarkan Rusia sebagai korban agresi Barat.
"Kepada teman-teman saya di Rusia: Presiden Trump menginginkan perdamaian, bukan konflik. Namun, harap dipahami bahwa dia bukan (Barack) Obama, dia bukan (Joe) Biden, dan dia tidak akan dipermainkan. Anda terlalu berlebihan," tulis Senator AS Lindsey Graham di X pada 1 Agustus.
Trump sebelumnya menuduh Medvedev telah memasuki wilayah yang sangat berbahaya dan menyebutnya sebagai mantan presiden yang gagal dan memperingatkannya untuk "berhati-hati dalam berbicara."
Presiden AS mengancam akan mengenakan tarif sekunder 100% pada minyak Rusia kecuali Presiden Rusia Vladimir Putin menyetujui kesepakatan damai paling lambat 8 Agustus.
Tarif yang disebutkan Trump diperkirakan menjadi sanksi sekunder terhadap negara-negara yang membeli minyak, gas, dan produk Rusia lainnya, seperti China dan India.
Pada tanggal 31 Juli, diplomat senior AS John Kelley mengatakan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa Amerika Serikat siap untuk menerapkan "tindakan tambahan untuk mengamankan perdamaian."
Awal minggu ini, Duta Besar AS untuk NATO Matthew Whitaker juga mengatakan dalam wawancara dengan Newsmax bahwa Trump masih memiliki pengaruh untuk mendorong resolusi diplomatik bagi perang melawan Ukraina dan memiliki kemampuan untuk menghentikan kapasitas Rusia untuk membiayai upaya perang.