Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai terdapat beberapa kelemahan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Ketua MK Suhartoyo mengatakan bahwa hal tersebut terungkap setelah menimbang secara saksama dalil Pemohon, keterangan Bawaslu dan alat bukti yang diajukan.
"Setelah Mahkamah mencermati secara saksama dalil-dalil pemohon keterangan Bawaslu alat bukti surat atau tulisan dan bukti lainnya serta keterangan ahli maupun saksi yang diajukan para pihak dan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan menurut mahkamah terdapat beberapa kelemahan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan pemilihan umum in case UU Pemilu, PKPU maupun peraturan Bawaslu," katanya di MK, Senin (22/4/2024).
Dia menegaskan dengan adanya kelemahan aturan itu, sehingga pada akhirnya menimbulkan kebuntuan bagi penyelenggara Pemilu khususnya bagi Bawaslu dalam upaya penindakan terhadap penyelenggaraan Pemilu.
"UU pemilu belum memberikan pengaturan terkait dengan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai dampaknya yang dilakukan sebelum dan setelah masa kampanye dimulai padahal pasal 283 ayat 1 UU Pemilu telah menyebutkan larangan bagi pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan Negeri serta ASN untuk mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu, sebelum selama dan sesudah masa kampanye," ujarnya.
Lalu, dia menjelaskan pasal-pasal berikutnya dalam UU Pemilu tidak memberikan pengaturan tentang kegiatan kampanye sebelum maupun setelah masa kampanye.
Baca Juga
"Ketiadaan pengaturan tersebut memberikan celah bagi pelanggaran Pemilu yang lepas dari jeratan hukum ataupun sanksi administrasi, dengan demikian demi memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksanaan pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah selanjutnya," ucapnya.
Menurutnya, pemerintah dan DPR ke depan penting untuk melakukan penyempurnaan terhadap undang-undang Pemilu, undang-undang Pemilukada maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kampanye baik berkaitan pelanggaran administratif dan jika perlu pelanggaran pidana Pemilu.
"Demikian halnya jika anda pengaturan yang saling berkelindan sehingga menimbulkan ambiguitas hal tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan, yang perlu dilakukan penyempurnaan oleh pembentuk undang-undang," tambahnya.
Kemudian, dia menjelaskan bahwa dalam menarik kesimpulan terkait dengan dugaan pelanggaran terhadap suatu peristiwa, Bawaslu perlu menyusun standar operasional dan prosedur tata urut maupun pisau analisis yang baku dan memperhatikan berbagai aspek yang menjadi unsur adanya suatu pelanggaran Pemilu, baik yang dilakukan sebelum selama dan setelah masa kampanye.
Menurutnya, hal tersebut agar diperoleh hasil kesimpulan yang memiliki pijakan yang kuat dan komprehensif atau suatu peristiwa yang diduga terhadap terdapat pelanggaran meskipun hasil Kesimpulan tersebut dilakukan oleh anggota yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa terhadap dalil a quo MK tidak dapat menindaklanjuti dengan tanpa bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon dalam persidangan.