Bisnis.com, JAKARTA -- Pemilik kapal tanker minyak menghadapi kenaikan biaya asuransi untuk memuat kargo dari wilayah ekspor minyak mentah terbesar di dunia setelah sebuah serangan terjadi di Teluk Oman.
Premi risiko perang yang dibayarkan pemilik kapal setiap kali pergi ke Teluk Persia sekarang telah melonjak menjadi setidaknya US$185.000 untuk supertanker. Premi sebelumnya sudah pernah naik menjadi US$50.000 setelah serangan sebulan yang lalu.
Beberapa pemilik maupun perusahaan yang mencarter kapal memutuskan untuk menghentikan pemesanan segera pascaserangan terjadi pada Kamis (13/6), setelah mengevaluasi kembali risiko pengiriman barel dari Timur Tengah.
Washington menuding Iran sebagai penyebab terjadinya serangan di area yang berdekatan dengan Selat Hormuz, koridor penting untuk ekspor minyak mentah.
Negara Teluk Persia itu segera menyangkal tuduhan AS.
Terlepas dari itu, enam kapal tanker, yang mengangkut berbagai kargo minyak bumi, kini telah menjadi target dalam waktu hanya 32 hari, sebuah ancaman terhadap pengirim barang yang belum pernah terlihat di kawasan itu selama beberapa dekade terakhir.
“Kita harus ingat bahwa sekitar 30% dari minyak mentah dunia dikirim melewati Selat tersebut. Jika perairan menjadi tidak aman, pasokan ke seluruh dunia Barat bisa berisiko,” kata Paolo d'Amico, Ketua Intertanko, kelompok perdagangan terbesar bagi pemilik kapal tanker, seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (15/6/2019).
Sejak Kamis, pemilik kapal enggan melakukan pengiriman ke wilayah konflik meskipun pada saat yang sama tengah terjadi kekurangan kargo.
Menurut seorang sumber, DNK, perusahaan asuransi (mutal insurer) yang menjamin salah satu kapal yang rusak akibat serangan pada hari Kamis akan menaikkan tarif untuka risiko perang.
Sementara itu, dikutip dari pemberitahuan resmi, perusahaan asuransi Hellenic War Risks Club mungkin akan segera meningkatkan premi tambahan yang dibayarkan pemilik saat berlayar ke Teluk Persia.
Berdasarkan informasi, DNK juga menjamin kapal tanker Front Altair milik Norwegia secara penuh. Sebuah kapal dengan ukuran serupa Front Altair itu bernilai antara US$30 juta dan US$50 juta.
Menurut laporan DNK yang dilansir melalui Bloomberg, pasca serangan, awak Front Altair dipaksa naik ke kapal Iran dan kemudian dibawa ke Iran.
"Meskipun telah dijemput oleh kapal dagang di dekatnya, angkatan laut Iran menuntut agar awaknya dipindahkan ke kapal mereka," kata laporan itu.
Eskalasi yang secara material mengganggu pasokan minyak Timur Tengah relatif jarang terjadi.
Sebagai contoh, Perang Iran-Irak bertepatan dengan penurunan besar dalam produksi minyak OPEC pada paruh pertama 1980-an. Konflik itu membuat menghancurkan beberapa kapal tanker dalam upaya disrupsi ekonomi oleh kedua negara.
Sebaliknya, invasi Irak tahun 1990 ke Kuwait, dan Perang Teluk sesudahnya, memiliki dampak yang relatif kecil pada aliran kiriman melalui Selat Hormuz karena Arab Saudi berperan menggantikan minyak mentah Irak dan Kuwait yang hilang dalam jumlah banyak.