Bisnis.com, SURABAYA—Pemerintah Provinsi Jawa Timur meminta Otoritas Jasa Keuangan Regional 3 untuk memacu kapasitas lembaga keuangan mikro, agar tingginya pertumbuhan perbankan di provinsi tersebut tidak menjadi predator bagi perekonomian masyarakat.
Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan pertumbuhan perbankan yang tinggi seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kecil. “Seharusnya OJK berperan besar agar manfaat jasa keuangan dapat diterima secara adil,” katanya, Rabu (25/2/2015).
Dia menambahkan lembaga keuangan yang adil adalah yang dapat memberikan keyaikan kepada masyarakat. “Jangan sampai lembaga keuangan menjadi predator, tapi justru menjadi fasilitator bagi masyarakat di daerah.”
Pada 2014, market share volume usaha, khususnya perbankan di Jatim, mencapai 7% dari total nasional. Adapun pertumbuhan aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit berturut-turut adalah 13%, 14,14%, dan 13,15%.
Pertumbuhan penghimpunan DPK dan kredit di Jatim tersebut melampaui rerata pertumbuhan nasional, yang masing-masing hanya sebesar 12,,35% dan 11,71%.
Sementara itu, rasio loan to deposit (LDR) di Jatim mencakup 90,55%.
Sementara itu, pertumbuhan non-performing loan atau kredit bermasalah di provinsi beribu kota Surabaya itu hanya mencapai 1,9% atau jauh di bawah ambang batas yang ditentukan pada level 5%.
Menjawab tantangan pemprov, Kepala OJK Regional 3 Sukamto mengatakan tahun ini pihaknya siap memacu transformasi lembaga keuangan mikro (LKM) menjadi lembaga berbadan hukum, seperti bank perkreditan rakyat (BPR).
“Yang jelas untuk BPR itu sudah ada zona operasionalnya. Jadi nanti besaran modal akan ditata dalam Peraturan OJK, termasuk seperti apa operasionalnya, supaya nanti lebih tertata,” tegasnya.
Untuk 2015, sambungnya, LKM juga resmi tercakup dalam wilayah pengawasan OJK, sehingga lembaga-lembaga mikro akan didorong untuk mendaftarkan diri kepada OJK. “Karena nanti yang mengawasi, memberikan izin, dan membina adalah kami,” ujarnya.
Kewajiban LKM untuk terdaftar di dalam OJK ditenggat selambat-lambatnya 8 Januari 2016. Namun, Sukamto mengaku pihaknya belum mematok target berapa LKM yang harus sudah resmi terdaftar tahun ini.
“Ini baru awal, yang penting daftar dulu sudah bagus, supaya nanti tertata mana LKM yang cocok dijadikan BPR, mana yang cocok untuk menjadi koperasi, dan sebagainya. Supaya jelas mereka tanggung jawabnya di mana,” tuturnya.
Penertiban LKM tersebut sesuai dengan UU No.1/2013 tentang lembaga keuangan mikro.
OJK mencatat saat ini terdapat sekitar 600.000 unit LKM, 19.334 di antaranya belum berbadan hukum dan ditarget sudah terdafar di OJK pada 2016.
Untuk menjadikan LKM ke bentuk perseroan terbatas, lanjut Sukamto, dibutuhkan kepemilikan saham minimal 60% oleh pemda kabupaten/kota atau BUMDes.
Di sisi lain, pemodal asing dilarang memiliki saham.
“Ini kan untuk memberdayakan unit-unit usaha mikro yang tadi. Salah satunya, seperti yang dikatakan Gubernur Soekarwo, yaitu bagaimana supaya tingkat bunga turun dan bank tidak menjadi predator masyarakat kecil,” ujar Sukamto.